Baca Juga

Daerah (480) Nasional (231) Berita (115) Internasional (34) education (26) news (26) Berita Gema Nusantara (24) Nasiona (16) Duit (15) Tentang Narkoba (6) Gema (4) video (4) Teknologi (3) Peraturan (2) Pilkada 2024 (2) Profile (2) kesehatan (2) Financial (1) herbal (1) opini (1)

Sabtu, 25 Desember 2021

Program memutus adiksi narkoba yang timbulkan masalah baru, 'Mereka semua meninggal karena menyuntikkan Suboxone

BY GentaraNews IN



Suboxone seharusnya dipakai sebagai terapi detoks dan rumatan ketergantungan opioid dan heroin dengan aturan pemakaian dan peredaran ketat. Belakangan, zat ini diperjualbelikan di pasar gelap dan dikonsumsi oleh pecandu-pecandu baru.


"Ini peringatan dari Allah," ujar Bento, bukan nama sebenarnya, sembari meraba guratan luka bekas luka operasi sepanjang kurang lebih 20 sentimeter di dadanya dengan jari telunjuk.

Sejak awal tahun ini, Bento mengaku kerap merasa sesak dan sakit di bagian dadanya. Di bulan Maret, tepat di awal pandemi Covid-19 di Indonesia, sesak itu membuatnya hilang kesadaran, hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Saat itu, kata dia, keluarga menduga Bento terjangkit virus corona. Dia dirawat di RS AMC Bandung, sambil menunggu hasil swab PCR keluar.

Tapi hasil tes usapnya negatif. Pihak rumah sakit yang tak bisa menemukan penyebab sesak yang dialami Bento kemudian merujuknya ke RSUD BandungSetelah sebulan dirawat di sana, baru diketahui bahwa gangguan pada jantung lah yang menyebabkan sesak yang dialami Bento. Lagi-lagi, ia harus dipindahkan ke rumah sakit lain untuk menjalani perawatan intensif.

Pemeriksaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) kemudian menunjukkan ada endapan di katup jantung Bento, yang memicu infeksi dan membuat pria 30 tahunan ini sesak nafas.

"Diberi tahu oleh dokter di RSHS, ini dampak dari Suboxone [yang disuntikkan]," ungkap Bento kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, November lalu.

Bento tercatat sebagai pasien rumatan buprenorfin — salah satu senyawa yang terkandung dalam obat dengan nama dagang Suboxone — di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta untuk adiksi heroin.
Dari pasien legal ke pasar gelap

Sebagai pasien terapi rumatan, Bento mengaku mendapatkan narkotika tersebut secara legal di RSKO.

Setiap pekan, warga Bandung ini datang ke Jakarta untuk konseling dan menebus tujuh tablet Suboxone untuk dikonsumsi selama tujuh hari.

Jarak Bandung-Jakarta yang cukup jauh menyebabkan ia harus menyimpan stok hingga tiba waktu konseling berikutnya.

Sebelum menjalani terapi rumatan, Bento adalah pecandu putau, istilah jalanan untuk heroin. Ia mulai mengkonsumsi buprenorfin sebagai substitusi putau pada 2009.

Saat itu nama patennya adalah Subutex. Namun, merasa Subutex tidak mampu menutup adiksinya, Bento lalu menggantinya dengan Metadon, yang juga ditetapkan oleh WHO sebagai terapi substitusi opioid.

Terapi rumatan Metadon itu hanya dijalaninya selama setahun, sampai ia dinyatakan lepas dari ketergantungan narkoba.

Tapi karena pengaruh pergaulan, ia jatuh kembali dalam adiksi — dan memilih Suboxone sebagai terapi rumatan pada 2016.

Awalnya, Bento mengatakan menjalani terapi Suboxone sesuai aturan, yaitu dioral di hadapan dokter.

"Mencoba untuk benar," kata dia.
"Tapi perasaan beda. Ritual [menyuntik] dan sugestinya tidak bisa tertutup."

Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2016 menyebutkan penyelenggara terapi rumatan buprenorfin bisa rumah sakit, puskesmas, dan klinik. Tapi pada pelaksanaannya, hanya segelintir yang bisa menyalurkan Suboxone, salah satunya RSKO Jakarta.

Kebijakan ini berbeda dengan Metadon yang bisa diakses di berbagai layanan kesehatan, termasuk puskesmas di berbagai daerah.

Aturan itu tentu saja menyulitkan Bento yang tinggal di luar Jakarta. Dia harus mengeluarkan biaya sekitar Rp1 juta setiap konseling dan menebus obat.

"Keluarga sudah mikir juga, biayanya besar," keluh Bento.

Dengan keadaan yang sedang menganggur, Bento mengatakan kondisi itu mendorongnya terlibat dalam peredaran gelap Suboxone.

Mula-mula ia mengaku menerima titipan pasien lain yang tak punya cukup uang untuk bolak-balik ke Jakarta buat konseling dan menebus obat.

Dia, katanya, menjual sebagian jatah Suboxone yang mestinya dipakai selama seminggu kepada sesama pasien.

"Jadi kebutuhan saya tidak full tujuh butir. Tidak habis semua dikonsumsi sendiri. Ada kelebihan tiga atau empat butir, itu yang dijual," ungkapnya.

Lama-kelamaan, lanjutnya, ia juga menjual ke konsumen nonpasien.

"Awalnya menjual, bukan berniat memperkaya diri, cuma membantu teman. Lama-lama, informasi menyebar. Kebutuhan Suboxone semakin meningkat. Edan, begini [banyak] yang butuh Suboxone," kata Bento.

Untuk menebus tujuh butir Suboxone, Bento harus membayar sekitar Rp630 ribu atau Rp90 ribu per butir.

Di pasar gelap, satu butir Suboxone seberat 8 mg dapat dipecah menjadi 0,5 mg atau 1 mg, dosis untuk sekali suntik.

Suboxone 1 mg rata-rata dijual dengan harga Rp160 ribu, sedangkan 0,5 mg dijual Rp80 ribu. Jika dihitung, penjual atau bandar bisa mendapat keuntungan lebih dari 14 kali lipat setiap satu butirnya.

"Tapi saya tidak jual yang potongan kecil," kilah Bento.

Peredaran gelap Suboxone oleh pasien terapi rumatan sebetulnya sudah diendus Badan Narkotika Nasional (BNN), termasuk BNN Kota Bandung.

"Dia memberikan kepada orang yang tidak sedang ketergantungan opioid. Penggunaanya juga langsung disuntikkan. Nah, ini sangat berbahaya," kata Kepala BNN Kota Bandung, AKBP Deni Yus Danial.

Meski, imbuh Deni, ada pula pengedar yang bukan pasien, seperti kasus yang yang diungkap BNN Kota Bandung beberapa waktu lalu.

Dalam kasus itu, BNN Kota Bandung menindak empat orang pengedar Suboxone yang telah divonis masing-masing tiga tahun penjara sesuai pasal 124 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

Ancaman jarum suntik dan kenaikan kasus HIV

Menurut BNN Kota Bandung, sekitar 20% atau setara dengan 13.608 orang adalah pengguna narkotika suntik yang didominasi dengan penyalahgunaan Suboxone, sedangkan 80% lainnya, atau setara dengan 54.433 orang, mengkonsumsi narkoba nonsuntik.

Deni juga menyebutkan, sebagian dari penyalahguna Suboxone yang ditangkap lembaganya masih berusia remaja, meski saat ditanya jumlahnya, ia tak menyebut angka pasti.

Untuk mereka, BNN mengaku merujuk ke lembaga rehabilitasi yang dapat dijangkau oleh petugas, keluarga, atau oleh program Kelurahan Bersinar di wilayahnya.


Pernyataan Deni ini dikuatkan oleh data yang dihimpun Yayasan Grapiks, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang aktif melakukan pencegahan dan penanggulangan bahaya narkoba di Kota Bandung.

Selama 2021, terdapat 1.093 orang pengguna narkoba suntik (penasun) Suboxone dampingan Grapiks. Dari jumlah itu, 84 orang masih anak-anak.

"Paling muda anak usia 15 tahun. Sementara pengguna narkoba suntik perempuan sekitar 5-6 persen," ungkap Sekretaris Yayasan Grapiks, Giri Sugara.

Giri mengungkapkan, dari sekian banyak penasun Suboxone, hanya sekitar 10 persen yang mendapatkan zat tersebut secara legal melalui layanan kesehatan. Artinya, sebagian besar mendapatkannya dari pasar gelap.

"Ada yang terdaftar di RSKO, yang sedang terapi. Itu kan dalam tanda petik hanya formalitas saja untuk mendapatkan barang," katanya.

Grapiks, kata Giri, berupaya mengubah perilaku konsumsi Suboxone dari disuntik menjadi oral, mengingat jumlah kasus penularan HIV dan Hepatitis C turut meningkat seiring dengan kenaikan angka panasun Suboxone.

Obat berbentuk tablet ini seharusnya dikonsumsi secara oral dengan cara diletakkan di bawah lidah (sublingual). Tapi Bento menggerusnya, lalu menyuntikkannya ke pembuluh darah. Inilah yang kemudian menyebabkan penyumbatan di jantung.

Ini bukan kasus penyumbatan jantung pertama akibat salah konsumsi Suboxone yang ditangani RSHS, menurut Bento.

"Saya kasus yang keenam, lima [kasus sebelumnya pasien] tidak selamat. Itu saya tahu semua orangnya. Teman saya semua. Mereka meninggal karena [menyuntikkan Suboxone], sama seperti saya," ujar Bento.

Bapak empat anak ini mengaku, sebelum sakit ia jor-joran menyuntikkan Suboxone, sampai akhirnya nyawanya nyaris melayang.

"Cuma itu bukan hal yang gampang, soalnya ini sudah jadi tradisi. Maka yang bisa dilakukan adalah bagaimana mereka mendapatkannya secara legal kemudian mengkonsumsinya pun secara legal," ujar Giri.

Hingga November 2021, jumlah penasun dampingan Grapiks yang reaktif HIV sebanyak 92 orang dan Hepatitis C sebanyak 900 orang.

"Positivity rate HIV dampingan Grapiks sudah 14 persen. Padahal dulu sudah rendah, di bawah 3 persen," sebut Giri.

Penyebabnya, jarum suntik yang tidak steril dipakai bersama-sama, ketersediaan jarum suntik steril yang terbatas, dan pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan pengguna narkotika suntik yang masih sangat rendah.

Apa itu Suboxone dan bagaimana izinnya di Indonesia

Pada Desember 2002, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) mengeluarkan izin peredaran dan penggunaan buprenorfin, senyawa narkotik semisintetis, di Indonesia.

Buprenorfin yang saat itu memakai merek dagang Subutex ditujukan sebagai terapi detoksifikasi dan rumatan ketergantungan opioid atau heroin.

Keputusan Badan POM tentang Pengaturan Khusus Penyaluran Dan Penyerahan Buprenorfin itu mencantumkan sistem penyaluran buprenorfin dan mekanisme pelaporan yang ketat, menimbang potensi penyalahgunaan zat tersebut. Termasuk, jenis sanksi administratif bila terjadi pelanggaran.

Kala itu, buprenorfin masuk dalam jenis Psikotropika golongan III, sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Kemudian, terbit Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan buprenorfin sebagai Narkotika golongan III. Kebijakan ini berdampak pada sistem penyaluran dan penyerahan buprenorfin yang lebih terpusat dan ketat dengan maksud menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap.

Pada 2016, Kementerian Kesehatan menerbitkan Permenkes Nomor 47 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Terapi Buprenorfin. Aturan hukum ini merespon penyalahgunaan senyawa tersebut yang semakin marak.

Saat peraturan ini keluar, buprenorfin dipasarkan dengan merek dagang Suboxone — yang diproduksi oleh perusahaan Reckitt Benckiser — atau biasa disebut 'bukson'.

Berbeda dengan Subutex yang kandungannya murni buprenorfin, bukson merupakan campuran buprenorfin dengan nalokson, yaitu senyawa yang memiliki efek reversal (antagonis) terhadap efek narkotik yang umumnya digunakan untuk mengatasi overdosis opioid.

Kendati pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan, tapi dalam perjalanannya, penyalahgunaan dan peredaran Suboxone di pasar gelap terjadi semakin marak.

Selain beredar secara ilegal, cara konsumsi Suboxone juga banyak disalahgunakan. Obat yang seharusnya dikonsumsi secara oral/sublingual (disimpan di bawah lidah) dan di bawah supervisi tenaga kesehatan, malah disuntikkan.

Cara ini memicu peningkatan angka kasus HIV/AIDS dan Hepatitis C lantaran penggunaan jarum suntik tidak steril bersama-sama. Menyuntikkan Suboxon juga berisiko mengancam jiwa.

Celah peredaran gelap Suboxone

Akar peredaran gelap Suboxone sebetulnya tidak segelap narkoba lain. Jalur distribusi ilegal Suboxone kebanyakan berujung pada pasien terapi rumatan yang mendapatkannya secara resmi.

"Dulu buprenorfin masuk golongan psikotropika, tapi kemudian dimasukkan ke dalam narkotika golongan tiga supaya dalam pengaturannya diperketat secara khusus."

"Namun, di lapangan memang terjadi penyimpangan peredaran gelap. Hal tersebut kalau tidak diantisipasi justru sangat mengkhawatirkan," papar Deni.

Antisipasi yang dimaksud Deni adalah mengevaluasi kebijakan distribusi, dalam hal pengawasan dan pemberian dosis.

Permenkes Nomor 47 Tahun 2016, imbuh Deni, sedianya sudah mengatur hal tersebut agar tidak terjadi penyimpangan. Tapi kenyataan di lapangan yang terjadi sebaliknya.

Deni mengingatkan, saat buprenorfin ditetapkan sebagai psikotropika, penyalurannya bisa dilakukan oleh berbagai layanan kesehatan, seperti klinik dokter swasta, yang malah berpotensi "sangat berbahaya."

Ini pernah terjadi pada 2016. Seorang dokter yang bertugas di Lapas Porong ditangkap oleh BNN Kota Surabaya lantaran menjual Suboxone secara ilegal selama bertahun-tahun

Namun, seorang pegiat anti-narkoba berpendapat, celah penyalahgunaan Suboxone yang saat ini terjadi bermuara pada kurang tepatnya kebijakan pemerintah dalam mendistribusikan buprenorfin.

Obat ini sejak awal diedarkan dengan pendekatan komersial atau profit, kata Patri Handoyo, pengurus Rumah Cemara, organisasi yang menjalankan program pelayanan bagi orang yang bermasalah dengan konsumsi obat-obatan.

Saat izin dari Badan POM keluar, ujar Patri, peredaran Suboxone diarahkan ke jalur-jalur praktek dokter swasta tanpa adanya HET (harga eceran tertinggi) dan pedoman distribusi obat yang baik.

"Memang, di peraturan Badan POM 2002 itu ada aturannya. Misalnya dokter yang meresepkan buprenorfin harus memastikan pasiennya meminum obat di depan dia. Tapi kemudian dokter tidak peduli yang penting obat laku," ungkap Patri.

Setelah buprenorfin digolongkan sebagai Narkotika golongan III, kata dia, masalah tak kemudian selesai.

Sesuai undang-undang, impor narkotika hanya bisa dilakukan oleh perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah mendapat izin menteri kesehatan. Ini berarti, importir buprenorfin harus dialihkan dari perusahaan swasta ke BUMN, dalam hal ini Kimia Farma.

Langkah selanjutnya, pemerintah membatasi distribusi Suboxone dengan menunjuk sejumlah layanan kesehatan rehabilitasi narkoba yang bisa menyalurkan narkotika tersebut.

Kebijakan itu, menurut Patri, membuat peredaran gelap bukson semakin menjadi-jadi. Ia menyebut, pemerintah seperti sengaja "mencari laba" dan bukan "mengatasi masalah narkoba dan kecanduan heroin".

Padahal, ia melanjutkan, Suboxone versi generik telah diproduksi oleh sejumlah perusahaan farmasi di sejumlah negara, antara lain Australia, Amerika Serikat, dan India, sejak 2013.

"Dengan impor generik, harga obat jadi bisa ditekan," sebut penulis buku berjudul Menggugat Perang terhadap Narkoba dan War on Drugs: Refleksi Transformatif Penerapan Pemberantasan Narkoba di Indonesia.

Menurut Patri, BNN maupun KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) juga bisa mendorong pemerintah pusat agar Indonesia memproduksi sendiri tablet buprenorfin dan nalokson generik.

Patri juga menyebut, pengawasan yang diperketat tanpa menghapus motif profitnya tetap akan menyuburkan peredaran buprenorfin oleh mereka yang hanya ingin "mengeruk laba".

"Kajian Kementerian Kesehatan RI dan WHO pada 2011 menunjukkan, karena harganya yang mahal, dosis yang diterima menjadi kurang adekuat untuk mencapai dosis terapi. Hal tersebut membuat pasien lebih memilih menyuntikkan buprenorfin dengan alasan penghematan," tulis Patri di situs Rumah Cemara.

Sebagai gambaran, satu butir Suboxone 8mg, jika dikonsumsi oral hanya bisa untuk satu kali minum, tapi bila disuntikkan, bisa untuk delapan hingga 16 kali suntik.

Pada 2010, survei perilaku terhadap 3.321 orang yang mengakses layanan pengurangan dampak buruk konsumsi narkoba di wilayah Jawa dan Bali dalam lima tahun terakhir menunjukkan, zat yang paling banyak disuntikkan adalah buprenorfin.

Pendekatan kesehatan masyarakat

Secara umum, paradigma penggunaan Suboxone di Indonesia harus berubah.

"Harus diubah menjadi paradigma kesehatan masyarakat, sehingga obat bisa disediakan di fasilitas-fasilitas kesehatan negara. Harganya pun bisa lebih terkontrol,"

Patri membandingkannya dengan program terapi rumatan Metadon yang pendekatannya memakai paradigma kesehatan masyarakat.

Suboxone dan Metadon sama-sama ditetapkan WHO sebagai perawatan yang sesuai bagi konsumen narkoba suntik untuk terapi substitusi opioid pada 2004.

Metadon masuk dalam kategori Narkotika golongan II yang menimbulkan potensi ketergantungan tinggi, sedangkan Suboxone masuk dikategorikan sebagai Narkotika golongan III, yang berarti mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Jika Suboxone hanya bisa diakses secara terbatas dan dengan harga cukup tinggi, Metadon bisa didapatkan di puskesmas hingga rumah sakit terdekat dengan pasien secara gratis, atau membayar retribusi saja.

Sejauh ini, kata Patri, tidak ada penjelasan kenapa bukson hanya bisa diperoleh di — salah satunya — RSKO Jakarta yang tentu saja sulit diakses oleh pasien yang berada di luar Jakarta.

"Si pasien akhirnya bisa menjual [Suboxone di pasar gelap]. Siapa sih, yang bisa nebus obat dalam seminggu Rp600 ribuan? Kan jarang," tukas Patri.

"[Metadon] gratis karena masuk ke dalam program penanggulangan HIV/AIDS," terang Patri yang sebelumnya terlibat dalam kajian berjudul Liberalisasi Niaga Obat, Pengelolaan Layanan Kesehatan, dan Terapi Substitusi Narkoba.

Di Kota Bandung, penyalahgunaan Suboxone dengan cara disuntikkan menyumbang sebanyak 7% dari jumlah kasus ODHA (orang dengan HIV/AIDS), merujuk pada data KPA Kota Bandung 2021.

Ini pula yang membuat Yayasan Grapiks mengusulkan ke pemerintah untuk menjalankan program pendekatan kesehatan secara komprehensif dan termonitor bagi pemakaian dan peredaran Suboxone.

"Jadi kalau misalkan pendekatannya bukan pendekatan kesehatan, kemudian pelaksanaannya juga tidak ketat, pengawasannya lemah, tidak akan selesai-selesai masalah Suboxone ini," kata Giri Sugara dari Yayasan Grapiks.

Di sisi lain, dr. Elvine Gunawan, SpKJ menyebutkan, terapi rumatan Suboxone sebetulnya ditujukan mempermudah proses berhenti atau memutus adiksi narkotika.

Dosis akan diturunkan, tapi tidak menimbulkan penderitaan bagi pasien, sehingga mereka bisa berfungsi dengan baik. Menurut Elvine, terapi rumatan akan efektif bila proses distribusi obatnya terkawal dengan baik.

"Proses take home dosis itu sebenarnya tidak sesuai [dengan regulasi], sehingga ketika sampai di pasien menjadi peluang," kata Elvine yang terlibat sebagai asesmen medis dalam Program Adiksi Berbasis Masyarakat (PABM).

Ada beberapa tahap, kata Elvine, untuk menjalankan regulasi terapi rumatan Suboxone ini dengan baik. Pertama, diagnosisnya. Kedua, apakah dosis yang diberikan kepada pasien masih sesuai atau tidak.

"Yang ketiga adalah proses pengawasan dari obat diberikan kepada pasien sampai pulang. Misalnya, kita melibatkan pendamping atau dukungan sosial. Terakhir, proses psikoterapinya, sehingga pasien menemukan makna untuk berobat ini sebenarnya tujuannya apa sih," ujar Elvine.

Untuk memunculkan motivasi yang kuat dari pasien, imbuh Elvine, harus memperhatikan kondisi psikologis pasien.

Elvine menjelaskan, gangguan mental perilaku akibat penyalahgunaan zat ini ada faktor komorbidnya, yaitu gangguan mental emosional yang harus dilihat apakah sudah tertangani dengan baik atau tidak.

Selanjutnya, proses psikoedukasi yang berarti apakah pasien mengerti edukasi yang diberikan dari dokternya.

"Faktor dukungan sosial, apakah keluarga hadir dalam proses rehabilitasi pasien, apakah pasangan hidup mendukung proses ini, sehingga akhirnya pasien ketika menjalankan proses rehabilitasi punya motivasi kuat untuk mempertahankan niat dia berhenti," terang Elvine.

Sumber : Wartawan Yuli Saputra di Bandung, Jawa Barat, berkontribusi pada liputan ini

Jumat, 24 Desember 2021

Pengedaran 1 Kg Narkoba untuk Pesta Tahun Baru

BY GentaraNews IN


Pamulang – Polres Tangerang Selatan amankan 3 orang berinisial AL, JL, dan SY terkait kasus pengedaran narkoba di wilayah. Dalam pengungkapan kasus tersebut, polisi mengamankan narkotika jenis sabu yang peruntukan pengedarannya untuk pesta Tahun Baru 2022.

“Kami menangkap tiga orang tersangka diduga melakukan penjualan narkoba jenis sabu, barang bukti yang diamankan sejumlah 1 kg sabu atau kurang lebih 1.000 gram,” ujar Kapolres Tangsel AKBP Iman Imanuddin saat konferensi pers di Mapolres Tangsel, Jumat (24/12).

Iman menjelaskan, pengungkapan kasus itu berawal dari hasil penangkapan tersangka AL dan SY dengan barang bukti satu paket narkotika jenis sabu seberat 0,32 gram pada Selasa (21/12) sekira pukul 02.00 WIB di daerah Pondok Aren, Tangsel. Dari situ, tim kepolisian melakukan pengungkapan narkotika jenis sabu sebanyak kurang lebih 1 kg disita dari penguasaan tersangka JL.

Berdasarkan upaya interogasi, AL mengaku bahwa narkotika jenis sabu yang disita dari penguasaan tersangka JL adalah narkotika jenis sabu miliknya yang didapat dari seseorang yang berinisial AK (DPO) pada Kamis (16/12) sekira pukul 16.00 WIB di daerah Pandeglang, Banten.

Setelah mendapatkan narkotika jenis sabu tersebut, tersangka AL menuju tempat tersangka SY untuk memisah-misahkan narkoba itu sebanyak 26 bungkus plastik klip bening. Rencananya narkoba dalam plastik-plastik klip bening itu akan diedarkan pada saat malam pergantian tahun di wilayah Kota Tangsel.

“Infonya ini akan disebar pada saat Tahun Baru 2022. Kami memaksimalkan tim yang sudah dibentuk untuk melakukan pencegahan agar tidak terjadi penyebaran dan merusak generasi,” kata Iman.

Jika diasumsikan dalam rupiah, barang bukti sabu seberat 1 kg setara dengan Rp1,8 miliar. Tersangka mengaku barang bukti itu dapat digunakan atau dikonsumsi oleh kurang lebih 20 ribu orang pemakai.

“Untuk jaringan ini, kami masih melakukan pengejaran terhadap AK (DPO) maupun tersangka lainnya yang diduga terlibat,” ujarnya.

Para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) atau 112 (2) atau 132 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancamannya berupa hukuman pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun. (LEP)

Sepanjang 2021, BNNP Jatim Ungkap 35 Kasus Narkoba

BY GentaraNews IN



Surabaya - Kepala BNNP Jatim Brigjen Pol Mohamad Aris Purnomo menyatakan, pihaknya mengungkap 35 kasus narkoba dan menangkap 50 tersangka sepanjang 2021.

"Dari target 24 pengungkapan, BNNP Jatim dapat mengungkap 35 kasus peredaran narkoba dengan menangkap 50 tersangka sepanjang 2021," katanya, di Surabaya, Jumat (24/12/2021).

Jumlah tersebut menurun dibandingkan pada 2020, di mana BNNP Jatim mampu mengungkap 54 kasus dan menangkap 68 pengedar narkoba.

Adapun barang bukti yang disita dari tangan tersangka sepanjang 2021 adalah 10.107,396 gram sabu-sabu dan 11.464,95 ganja.

Pada tahun 2021, lanjut Brigjen Aris, pihaknya juga mengungkap dua kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Kami menyelesaikan dua kasus TPPU. Harapan kami bahwa nanti harta yang disita bisa dirampas untuk negara," katanya.

Menurutnya, harta yang disita dari TPPU tersebut bisa digunakan untuk kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) selanjutnya.

Harapan pada 2022 dapat terus mengungkap kasus TPPU lain dengan aset yang lebih besar. Kasus narkoba tidak akan jerah jika tidak disita asetnya. Asetnya kita sita dan disumbangkan ke negara," ujarnya. (LEP)

Kamis, 23 Desember 2021

Jufri Lumintang, Perlu Inovasi Kembangkan UMKM

BY GentaraNews IN ,

Jakarta - Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan pilar terpenting dalam perekenomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi UKM, saat ini mencapai 64,2 juta dan pada tahun 2020 telah berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 60,51% atau senilai Rp. 9.580 Triliun dengan kemampuan menyerap 96,92% dari total tenaga kerja yang ada, serta dapat menghimpun sampai 60,42% dari total investasi.

Pemerintah menargetkan 30 juta UMKM digitalisasi hingga 2024. Perlu 6 juta UMKM masuk digital per tahun guna target itu terealisasi.

Pemerintah punya target sampai 2024 UMKM on boarding di digital 30 juta. Saat ini baru 13,5 juta atau 21 persen. 21 persen kalau 13,5 juta dan 3 tahun lagi untuk 30 juta ini kan rata-rata 6 juta per tahun.

Disela-sela kegiatan Rapat Pimpinan DPP Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM (GARPU), yang berlangsung di Gedung DPW NasDem DKI Jakarta, Ketua Umum memberi sambutan di hadapan seluruh ketua Bidang, mengatakan, “Perlu inovasi untuk mengembangkan UMKM dalam negeri agar bisa bersaing. Salah satunya dengan digitalisasi tersebut. Oleh karena itu, kehadiran GARPU harus hadir untuk mengajak untuk membantu proses digitalisasi”, Jelas Jufri Lumintang.

"Kebanyakan kan mikro. Kalau kecil menengah satu juta, yang mikronya 96 persen. Mikro ini ada kaitan kapasitas terbatas, produk tidak memiliki daya saing butuh kurasi, agregasi. Mungkin lebih banyak di medsos. Tadi sudah banyak aplikasi yang bisa membantu jualan di medsos, distribusi pembayaran, logistik dan sistem," Tambahnya.

“Saat ini usaha yang dirintis masyarakat kebanyakan usaha mikro. Penjualan pun paling efektif melalui media sosial," Tambahnya lagi.

“Mari kita mendorong banyak pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk bertransformasi ke dalam platform digital. transformasi digital menjadi kunci penting untuk memulihkan dan membangkitkan UMKM di masa pandemi dan masa mendatang”, Pungkas Jufri. (LEP)

Senin, 20 Desember 2021

Tantangan GARPU Di Era Digital 40

BY GentaraNews IN



Era Industri 4.0 akan terus menghadirkan banyak perubahan yang tak bisa dibendung. Karena itu, Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM (GARPU) hadir karena ada urgensinya berupaya maksimal dan lebih gencar memberi pemahaman kepada semua elemen masyarakat tentang hakikat era Industri 4.0 dengan segala konsekuensi logisnya.

Langkah ini penting karena belum banyak yang berminat memahami Industri 4.0. Masyarakat Pedagang dan UMKM memang sudah melakoni beberapa perubahan itu, tetapi kepedulian pada tantangan di era digitalisasi dan otomasi sekarang ini pun terbilang minim.

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara besar yang sedang berkembang, dengan berbagai potensi -- potensi yang dimilikinya. Sumber Daya Alam yang melimpah, dan jumlah penduduk yang banyak menjadi modal utama bangsa untuk bertransformasi menjadi negara maju.

Hal itu menjadi pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh setiap pemuda saat ini. Bagaimana cara Pedagang dan UMKM mampu survive dalam mengembangkan diri, menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan, menginisiasi industri kreatif, dan berperan aktif dalam perekonomian kita, baik secara mikro atau makro.

Ketua Dewan Pakar DPP Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM (GARPU) Pietra Paloh menerima wartawan kami di ruang kerjanya, sehubungan dengan tantangan era digital 4.0 bagi Pedagang dan UMKM di Indonesia.Tantangan zaman kini tidak hanya pada persaingan dan ekspansi ekonomi global, namun juga pada fenomena revolusi industry 4.0. Selasa 21 Desember 2021

“Kehadiran GARPU tidak boleh hanya menjadi penonton dalam 'persaingan' global, terutama pada bidang ekonomi. Negara-negara maju mendorong pemudanya untuk menciptakan komoditas,” ujar Pietra Paloh

Pietra Paloh memberi pandangan luas, ia menjelaskan, “bonus demografi Indonesia harus mampu bertransformasi menjadi negara maju juga menyimpan ancaman, bahwa negara kita hanya akan menjadi pasar (konsumen) ekspansi dari industri pada tingkat global karena ketidakmampuan kita untuk bersaing dan berinovasi,” katanya tegas Pietra Paloh.

Selasa, 14 Desember 2021

GARPU Sambangi DPW NasDem DKI Jakarta

BY GentaraNews IN

 



Jakarta - Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM (GARPU) yang diwakili oleh Ketua Bidang UMKM Auda Darmuis didampingi Aldo Adolf Immanuel Siwu dan Piter diundang pengurus DPW NasDem Provinsi DKI Jakarta untuk mensosialisasikan keberadaan GARPU. Acara ini bertempat di lantai 1 Gedung DPW NasDem DKI Jakarta Jalan Borobudur No. 20 Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat. Rabu (15 Desember 2021).

Hadir pada acara ini Pengurus DPW NasDem Bidang UMKM yang diketuai Nusa didampingi Dame Hutapea dan Kakak Fajar Puspitasari, DPD NasDem Jakarta Barat Bidang UMKM Deni Supriatna, DPD NasDem Jakarta Pusat Bidang UMKM Sureja,  DPD NasDem Jakarta Utara Bidang UMKM Eriwaku, DPD NasDem Jakarta Selatan Bidang UMKM Yadi, DPD NasDem Jakarta Timur Bidang UMKM Nanang yang juga sekaligus pelaku UMKM.

Keberadaan GARPU sebagai salah satu sayap partai NasDem sangat mendapatkan kesan tersendiri bagi mereka. Apalagi Sekretaris Jendral GARPU Fridik Makanlehi menceritakan profit Ketua Umum GARPU dan Ketua Dewan Pakar GARPU Pietra M Paloh, yang kebetulan dua sosok yang patut menjadi contoh bagi pengurus GARPU seluruh Indonesia.

Dalam Kesempatan ini Pengurus DPW NasDem Bidang UMKM yang diketuai Nusa berharap adanya sinergitas antara DPP Garpu dengan calon Pengurus DPW Garpu DKI Jakarta dan calon DPD NasDem se DKI Jakarta. (Admin/LEP/ALDO)

Sabtu, 04 Desember 2021

Sentuh Hati Pedagang Dan UMKM Agar Bergabung Di Garpu

BY GentaraNews IN ,

Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM (DPP GARPU) melaksanakan kegiatan Rakernas ke-1 dengan tema "Garpu Siap Menjadi Mitra Pedagang dan UMKM Dengan Digitalisasi Untuk Penguatan Ekonomi Pada Masa Pandemi Covid-19 " yang dihadiri oleh 120 orang pengurus DPP termasuk peserta peninjau 15 orang yang berasal dari DPW. Kegiatan ini berlangsung di lantai 2 Hotel Kutaraja, Menteng. Jakarta Pusat.

Acara di mulai dengan mendengarkan lagu Indonesia Raya, Hymne NasDem dan Mars NasDem lalu di lanjutnya dengan do'a bersama yang dipandu oleh Ustadz Fajar.

Ketua Umum DPP Garpu, Jufri Lumintang dalam menceritakan sekilas sejarah terbentuk nya Garpu yang pada bulan september 2021 baru melaksanakan deklarasi dan sekarang telah terbentuk di 14 DPW Propinsi dan sekitar 200 kabupaten kota.

Dengan optimis Ketua Umum Garpu mengatakan target kita untuk 2 bulan ke depan, 34 DPW Provinsi, harus sudah terbentuk diseluruh Indonesia. Garpu akan road show untuk melakukan pelantikan.

Dalam amanatnya mengajak Seluruh pengurus Garpu berjuang meningkatkan kesejahteraan pedagang dan pelaku UMKM di Seluruh Indonesia dan angora Garpu harus bekerja dengan hati.

"Seluruh anggota Garpu menyiapkan program kerja yang dibutuhkan masyarakat," ujarnya

"Sentuh hati para pedagang dan pelaku UMKM, agar bisa bergabung dan membesarkan Garpu bersama-sama, sentuh mereka dengan hati, " ajak Jufri Lumintang.

“Pengurus Garpu harus berkolaborasi dengan pemerintah, swasta, para pelaku UMKM serta pihak pihak terkait lainnya. Kehadiran Garpu harus melahirkan persahabatan bukan permusuhan, Kehadiran Garpu harus menjadi dari bahagian solusi bukan bahagian dari permasalahan” Pungkas Jufri.

Dari dewan penasehat diwakili Bajora Alamsyah, mengingatkan Bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan untuk faham struktur organisasi mulai dari tingkat DPP, DPW hingga DPD dan apresiasi kepada Ketua Umum Garpu yang luar biasa dari hasil kerjanya mulai dari terbentuknya Garpu, Pelaksanaan Deklarasi Garpu, Pelaksanaan Bimtek hingga hari ini pada pelaksaan Rapat Kerja Nasional yang begitu cepat rentang waktunya.

"Program kerja yang di rumuskan harus bisa bersinergi dan bisa di jalankan, mulai dari DPP, DPW hingga DPD," Bajora mengingatkan kepada seluruh anggota yang hadir.

“Garpu hadir bukan untuk memikirkan diri sendiri tetapi memikirkan masyarakat, dengan menggidupkan ekonomi mereka,  agar semua ini sampai kepemerintah pusat,” jelas Bajora

Pietra Paloh, selaku pendiri Garpu dalam sambutannya mengatakan, "Garpu sebuah wadah yang disiapkan untuk memfasilitasi Pedagang dan pelaku UMKM dalam meningkatkan taraf perekonomian mereka dengan sentuhan semangat restorasi".

"Sesuai spirit yang diamanahkan oleh Almarhum Haji Rusli Paloh, perjuangan itu harus tanpa pamrih dalam bentuk apapun dan harus mampu memberikan amal jariyah kepada orang orang yang membutuhkan” Jelas Pietra.

“Garpu harus bisa menjaga nama baik, karena menjadi bagian dari Partai NasDem dan harus mampu menjadi barometer,” tambahnya 

Garpu harus mampu masuk dalam era digitaliasasi pemasaran, besarkan home industri, tingkatkan sumber daya manusia nya," tegas Pietra Paloh

"Garpu sudah memulai dengan niat yang baik, bergerak dari bawah dan tidak boleh lupa terhadap orang orang yang ada dibawah,” Tambahnya lagi.

“Selalu memotivasi pengurus dan anggota dalam menyentuh serta meraih hati masyarakat baik pedagang maupun pelaku UMKM dengan ikhlas," pungkasnya.

Dalam sidang komisi komisi  berjalan secara kekeluargaan, selanjutnya setiap komisi memaparkan program kerjanya di hadapan seluruh peserta Rakernas.

Seluruh peninjau yang berjumlah 15 orang dari 14 DPW Garpu bergabung dalam 4 komisi, agar mereka mendengar dan menyaksikan langsung program kerja ya g disampaikan dan diharapkan dapat menjadi Inspirasi untuk menerapkan di provinsi mereka sesuai kebutuhan dan potensi provinsi.

Acara ditutup setelah panitia pengarah membacakan kesimpulan dari setiap bidang bidang. (LEP).








Tutorial BloggingTutorial BloggingBlogger Tricks

Baca Juga