Baca Juga

Daerah (480) Nasional (231) Berita (115) Internasional (34) education (26) news (26) Berita Gema Nusantara (24) Nasiona (16) Duit (15) Tentang Narkoba (6) Gema (4) video (4) Teknologi (3) Peraturan (2) Pilkada 2024 (2) Profile (2) kesehatan (2) Financial (1) herbal (1) opini (1)

Jumat, 29 Agustus 2014

Waspadai Penyalahgunaan Narkoba di Lingkungan Kerja

BY Jazari Abdul Hamid IN

JAKARTA - Tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin memperihatinkan. Dari hasil penelitian BNN terdapat 4, 2 juta jiwa pengguna narkoba dan persentase terbesar datang dari kalangan pekerja. Laporan dari ILO sendiri menyebutkan di seluruh dunia terdapat 70% alcoholic dan lebih dari 60% adalah pengguna narkoba. Hal ini tentu saja sangat memperihatinkan. Oleh karena itu pengetahuan tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba harus diketahui oleh setiap orang termasuk karyawan di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum.

Paulina G. Padmohoedojo, Tim Asistensi BNN yang hadir selaku narasumber di acara Focus Group Discussion pada Rabu (20/8) menerangkan bahwa pengguna narkoba biasanya berawal dari perokok kemudian baru menggunakan ganja selanjutnya beralih ke kokain. Pengguna narkoba dikalangan pekerja biasanya dilatarbelakangi tekanan pekerjaan yang mereka alami di kantor. Oleh karena itu mereka mencari pelarian dari stress. Ganja adalah narkoba yang paling banyak digunakan oleh pekerja diikuti oleh dextro. Paulina menambahkan ada tiga faktor yang menyebabkan seseorang menyalahgunakan narkoba; faktor individual, faktor lingkungan dan faktor ketersedian narkoba itu sendiri. Tingkat ketersediaan narkoba di Indonesia sudah pada tahap yang memperihatinkan terbukti dengan banyaknya kasus penyeludupan narkoba yang terungkap. “Apalagi pabrik narkoba sudah berubah industri rumahan yang tidak perlu memberikan tempat yang luas dan tidak mudah terdeteksi oleh aparat.” Lanjut Paulina.

Untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di lingkungan pekerja dibutuhkan kebijakan yang diketahui dan disepakati oleh semua karyawan di lingkungan kerja tersebut. “Kebijakan ini harus disepakati dan diketahui oleh semua karyawan di lingkungan kerja tersebut dari level atas hingga level bawah agar mereka mengetahui konsekuensi jika mereka menggunakan narkoba” jelas Paulina. Paulina juga memaparkan bahwa  menurut Peraturan Depnaker no.11/MEN/VI/Tahun 2005 tentang pencegahan menyebutkan bahwa pengusaha wajib melakukan upaya aktif pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di tempat kerja dalam bentuk Penetapan kebijakan di tempat kerja, Penyusunan dan pelaksanaan program pencegahan narkoba dan Pelaksanaan program seperti penyuluhan, pendidikan dan pelatihan tentang bahaya narkoba.

Mamat Rachmat, SH, M.Si Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum telah melakukan penyuluhan beberapa kali di kantor maupun juga di komplek perumahan Pekerjaan Umum dan dilakukan setiap tahun. Mamat juga menyampaikan bahwa semangat mencegah dan memberantas narkoba telah ditanamkan ke seluruh karyawan kementerian ini agar Kementerian Pekerjaan Umum bisa menjadi kementerian yang bebas narkoba

Selasa, 26 Agustus 2014

Reorientasi Penanganan Penyalah Guna Narkoba : Sebuah Pilihan HumanisUntuk Masa Depan Bangsa

BY Jazari Abdul Hamid IN

Reorientasi penanganan pengguna narkoba telah memasuki fase yang kian progresif. Keseriusan para stake holder tergambar jelas dari mulai deklarasi komitmen moral berupa penyelamatan pengguna narkoba , kemudian lahirnya komitmen yang lebih nyata yaitu Peraturan Bersama oleh Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri plus Kemenkes, Kemensos dan BNN, hingga peluncuran penanganan pengguna narkoba yang ideal melalui pilot project rehabilitasi di 16 kota. Ekspektasinya, langkah ini jadi pilihan manis yang humanis untuk investasi atau kado masa depan.

Sebagai bentuk konsepsi penanganan pengguna narkoba yang mengusung paradigma baru, melalui perber inilah penegak hukum diberikan pedoman yang lebih mumpuni untuk memilah mana penjahat narkoba yang pantas masuk ke dalam jeruji besi atau memilah mana penyalah guna yang seharusnya dipulihkan di pusat rehabilitasi. Hal selaras dengan roh UU No.35/2009 tentang narkotika yang sudah mengatur dengan jelas, bahwa penjahat dihukum keras dan penyalah guna dihukum dengan sentuhan yang humanis.

Dengan paradigma baru inilah, penyalah guna narkoba yang tersangkut kasus narkoba akan ditangani dengan proporsional. Sesuai dengan amanah perber, para penyalah guna akan diasesmen oleh tim hukum dan tim medis, sehingga dapat digali,apakah dia hanya penyalah guna murni, atau tersangkut dalam jaringan narkoba. Jika memang penyalah guna murni maka akan diukur tingkat keparahannya. Dengan hasil analisis inilah, ketika penyalah guna menjalani proses hukum, hakim memiliki pedoman yang kuat untuk mengenakan vonis rehabilitasi.
Langkah ini tidak melanggar hukum positif, karena pada dasarnya hukum positif di negeri ini menganut double track system pemidanaan, yaitu Penyalah Guna dan dalam keadaan ketergantungan dapat dihukum pidana dan dapat juga dihukum rehabilitasi.

Pilot Project Pelaksanaan Rehabilitasi Diharapkan Inspirasional
Amanah perber yaitu implementasi asesmen terpadu pada kasus penyalah gunaan idealnya harus dilakukan secara serempak dan massif. Namun untuk langkah awal, pelaksanaan rehabilitasi difokuskan pada 16 kota pilot project.

Pada hari ini, 16 kota pilot project resmi diluncurkan pada Selasa (26/8), di Kantor Kementerian Hukum dan HAM. Pemilihan pilot project ini didasarkan pada kesiapan infrastruktur atau pusat rehabilitasi yang tersedia di 16 kota tersebut. Dengan harapan, proses penanganan penyalah guna narkoba baik yang berasal dari kelompok penyalah guna narkoba yang terkait proses hukum, maupun dari kelompok yang sukarela melaporkan ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dapat tertangani dan mendapat akses rehabilitasi yang mudah.

Pilot project ini akan diterapkan di 16 lokasi antara lain Kota Batam, Jakarta Timur Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Makasar, Kabupaten Maros, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Padang, Kabupaten Sleman, Kota Pontianak, Kota Banjar Baru, dan Kota Mataram. Dengan adanya pilot project ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lainnya tentang bagaimana penanganan penyalah guna narkoba secara proporsional dan professional.

Semua konsep sudah tertuang dengan jelas, kini hanya tinggal implementasi dari para penegak hukum, apakah dapat mengambil pilihan yang lebih humanis atau tidak. Semua berpulang pada orientasi penegak hukum itu sendiri. Pilihan-pilihan yang lebih baik inilah yang pada faktanya akan jadi investasi untuk masa depan bangsa. (Humas BNN)


Pengguna Narkoba Diminta Melapor ke IPWL

BY Jazari Abdul Hamid IN

Jakarta - Penanganan pengguna narkoba telah memasuki babak baru dengan nuansa yang lebih humanis. Dengan disepakati dan ditandatanganinya peraturan bersama mengenai penanganan penyalahguna narkoba oleh para stakeholder yakni Mahkamah Agung, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, BNN, Kemenkes dan Kemensos, para pengguna pengguna narkoba tidak lagi dibui tapi dipulihkan mental dan fisiknya dengan cara rehabilitasi.

Dengan paradigma baru dalam menangani permasalahan narkoba ini, Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar mengharapkan agar para pengguna narkoba berani keluar dari komunitasnya yang tersembunyi dan melaporkan diri ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Dengan demikian, para penyalahguna ini dapat direhabilitasi dan mendapat perawatan.

"Saat ini banyak pengguna narkoba yang masih takut untuk keluar, sehingga kami berharap agar mereka berani muncul dan melaporkan diri ke Insititusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), agar mendapatkan perawatan," imbau Anang di sela-sela kegiatan "Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba", di Gedung Smesco, Jakarta, Selasa (25/3).

Anang berharap, masyarakat dan penegak hukum agar memahami bahwa hukuman yang paling tepat dan bermanfaat bagi pengguna narkoba adalah rehabilitasi. Selain dapat menekan prevalensi jumlah penyalahguna, dengan rehabilitasi, lembaga pemasyarakatan tidak lagi kelebihan kapasitas karena sebagian besar dihuni para penyalahguna.

"Dengan adanya paradigma baru prevalensi pengguna narkoba dapat diturunkan. Hal tersebut menjadi indikator tingkat keberhasilan menangani masalah narkoba di Indonesia", kata jenderal bintang tiga ini.

Anang menyatakan, "Pergelaran Seni Budaya dan Forum Komunikasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba" yang dilakukan pihaknya melalui kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI serta Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) merupakan salah satu upaya mensosialisasikan paradigma baru dalam menangani pengguna narkoba kepada masyarakat luas. Pergelaran seni budaya berupa teater musikal, pesan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba yang disampaikan dalam kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk melindungi diri dan lingkungan dari ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

"Saya menaruh harapan yang besar agar anak-anakku sekalian dapat memanfaatkan segala potensi yang ada untuk berpartisipasi dalam menyukseskan gerakan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)," jelas Anang.

Wapres Ajak Elemen Bangsa Putus Mata Rantai Peredaran Narkoba

BY Jazari Abdul Hamid IN

Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengajak seluruh elemen bangsa terlibat aktif dalam gerakan untuk memutus mata rantai penyebaran narkoba di Indonesia.

Wapres menyebutkan, pelibatan seluruh komponen bangsa sangat diperlukan sebab saat ini angka prevalensi penyalahgunaan narkoba mencapai 5 juta orang, seiring merebaknya jaringan penjual narkoba internasional di negeri ini.

"Cara terbaik adalah menangkal peredaran narkoba sebelum merebak dan memotong mata rantainya. Semua itu tidak mungkin hanya dilakukan oleh negara, tetapi harus menjadi sebuah gerakan bersama, yaitu gerakan nasional," kata Wapres pada puncak peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) 2014 di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (26/6).

Pada kesempatan itu, Wapres menyerahkan penghargaan kepada penggiat antinarkoba Agus Widanarko dan Andi Muhammad Aslam.

Wapres didampingi Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Menkumham Amir Sjamsuddin, meyakini keterlibatan elemen bangsa dalam gerakan nasional pemberantasan narkoba akan memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional.

"Jika kita tidak melakukan gerakan apa pun, maka angka prevalensi penyalahgunaan narkoba akan terus meningkat. Diperkirakan bisa mencapai hingga 5 juta orang. Yang banyak terkena adalah generasi muda yang kita harapkan mengganti kita semua, yang diharapkan menjadi generasi yang lebih baik dari kita," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar mengatakan bertitik tolak dari tema HANI 2014 "Pengguna Narkoba Dapat Dicegah dan Direhabilitasi" mengandung harapan agar masyarakat tidak salah memandang terhadap pengguna narkoba.

"Mereka adalah orang sakit, dapat dicegah dan direhabilitasi," ujar Anang.

Lebih lanjut, Anang mengatakan berdasarkan World Drug Report Tahun 2013 yang dirilis UNODC, organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan kriminal, diperkirakan terdapat 315 juta orang yang berusia produktif, antara 15 - 64 tahun menjadi pengguna narkoba, dan kurang lebih 200 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyalahgunaan narkoba.

"Jumlah narkoba yang beredar cukup besar dan pengguna narkoba yang memperoleh pemulihan masih relatif kecil," ujar dia.

Disebutkan, sejumlah capaian BNN dalam upaya menyelamatkan bangsa indonesia dari ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dilakukan melalui pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

"Sudah banyak capaian dalam upaya menyelamatkan bangsa Indonesia dari bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Namun, masih banyak hal yang membutuhkan perbaikan dan upaya penyempurnaan, serta kerja keras kita bersama," kata Anang.

Optimalisasi Ruang Publik Dalam Sosialisasi Bahaya Narkoba dan Pentingnya Rehabilitasi

BY Jazari Abdul Hamid IN

Penanggulangan narkoba membutuhkan sinergi lintas sektoral, agar hasilnya maksimal. Sebagai salah satu langkah nyata BNN dalam optimalisasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), BNN menggandeng PT Jasa Marga.

Dalam konteks prevensi, upaya nyata kedua instansi Jasa Marga akan dioptimalkan dalam bentuk pemanfaatan ruang publik yang berada di bawah kewenangan Jasa Marga, yaitu Jalan Tol untuk sosialisasi tentang masalah narkoba.

Sebagai bentuk komitmen kerja sama yang akan dibangun ke depan, BNN bersama dengan PT Jasa Marga melakukan penandatanganan nota kesepahaman, di Jakarta, Senin (25/8).

Kerja sama ini dioptimalkan terfokus dalam sosialisasi masalah bahaya narkoba dan pentingnya rehabilitasi. Jika dilihat dari segi potensinya, Jasa Marga tentu memiliki peluang untuk membantu sosialisasi bahaya penyalahgunaan narkoba dan pentingnya rehabilitasi terutama mengenai program Wajib Lapor bagi pecandu narkotika.

Jasa marga memiliki otoritas dalam pengelolaan jalan tol. Karena itulah, jalan tol dapat dimanfaatkan sebagai salah satu wahana sosialisasi masalah narkoba, termasuk isu pentingnya rehabilitasi dan wajib lapor.

Adapun ruang lingkup kerja sama yang dibangun antara kedua instansi lain: diseminasi informasi dan advokasi mengenai pencegahan dan penyalahgunaan Narkotika; pemanfaatan area jalan tol untuk sosialisasi bahaya Narkotika; sosialisasi wajib lapor bagi pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkotika; dan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam bidang P4GN.

Kepala BNN, DR Anang Iskandar, berharap melalui kerja sama ini, masyarakat semakin paham tentang permasalahan narkoba, sehingga semakin proaktif untuk mendukung gerakan rehabilitasi.

Hampir 100.000 Pelajar di DKI Terjerat Narkoba

BY Jazari Abdul Hamid IN

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar di DKI Jakarta semakin memprihatinkan. Setidaknya berdasarkan penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN), hampir 100.000 pelajar di Ibu Kota terjerat barang haram tersebut. "Berdasarkan penelitian BNN, dari 480.000 pengguna narkoba di Jakarta, setidaknya 22 persen atau sekitar 90.000 di antaranya merupakan pengguna dari kelompok pelajar dan mahasiswa," kata Kabag Humas BNN, Sumirat Dwiyanto kepada wartawan, di Gedung BNN, Senin (25/8). Dikatakan Sumirat, sebagian besar pelajar terutama mahasiswa terjerat narkoba jenis ganja dan sabu.

Dengan jumlah penyalahguna yang tinggi, area kampus menjadi salah satu sasaran sindikat untuk mengedarkan narkoba. Untuk masuk di area kampus, para bandar merekrut mahasiswa dan menjadikan mereka sebagai pengedar narkoba. "Para bandar besar mengendalikan dari luar kampus dengan memanfaatkan mahasiswa yang ada di kampus," katanya. Meski tak menyebut nama perguruan tinggi yang dimaksud, Sumirat mengatakan, setidaknya BNN pernah mengungkap kasus peredaran narkoba di sejumlah kampus Jakarta. "Kampus merupakan salah satu tempat beredarnya narkoba. Dengan banyaknya pengguna, pasti akan menjadi sasaran para pengedar. Yang sudah kami ungkap kurang lebih ada lima kampus yang terindikasi jadi lokasi peredaran narkoba," ungkap Sumirat. Menurut Sumirat, sebagai upaya antisipasi, BNN bekerja sama dengan 50 kampus di Jakarta dalam melakukan upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Jika terindikasi transaksi narkoba, BNN tak segan masuk ke area kampus dan menindak para pengedar. "Penindakan langsung di lapangan kami lakukan.

Kalau memang ada temuan peredaran, akan kita tindak. Tentunya setelah berkoordinasi dengan pihak kampus," kata Sumirat. Pada pertengahan Juli lalu, BNN menangkap Cye (26) seorang mahasiswi perguruan tinggi di Jakarta dan Angelo (27) seorang mahasiswa perguruan tinggi di Bandung. Bekerja sama dengan seorang warga negara Malaysia, keduanya ditangkap karena diduga mengedarkan narkoba jenis ekstasi di klub malam yang ada di Jakarta Barat dan Jakarta Utara tempat mereka bekerja. Tak hanya itu, belum lama ini, jajaran kepolisian dari Polda Metro Jaya bekerja sama dengan BNN mengungkap dan menangkap satu orang yang diduga menjadi otak peredaran narkoba di lingkungan Universitas Nasional (Unas), Jakarta Selatan.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Bangun Budaya Merehabilitasi Pengguna Narkoba

BY Jazari Abdul Hamid IN

 JAKARTA – Provinsi Kalimantan Timur menjadi salah satu daerah yang angka penyalahgunaan narkobanya tinggi. Mengatasi persoalan narkoba, rehabilitasi menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan pemidanaan penjara terhadap pengguna narkoba.


Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Anang Iskandarmenyebutkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di Kalimantan Timur menyentuh angka 3,1 persen. Dari hasil penelitian BNN bersama UI tahun 2011, pengguna narkoba teratur pakai di Kaltim berkisar antara 35.512 hingga 46.468 orang (Data Jurnal P4GN tahun 2012).


"Menanggapi hal ini, upaya menekan penyalahgunaan narkoba harus lebih serius, dengan mengedepankan upaya menekan demand, dan mendorong turunnya suplai," kata Anang, Senin (11/8/2014).


Menurutnya, dalam konteks penanganan narkoba, salah satu masalah krusial yang sedang dihadapi saat ini adalah keterbatasan jumlah panti rehabilitasi, sementara trend penyalahgunaan cenderung selalu meningkat.


BNN telah berupaya keras dengan membangun berbagai pusat rehabilitasi. Sejauh ini, BNN sudah memiliki Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, Balai Rehabilitasi Baddoka Makassar, Balai Rehabilitasi di Batam dan Balai Rehabilitasi Tanah Merah di Samarinda yang saat ini diresmikan.


Sementara itu Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak bersama Kepala BNN Anang Iskandar meresmikan Balai Rehabilitasi BNN, Tanah Merah, Samarinda, Senin (11/8/2014). Meski baru diresmikan, balai rehabilitasi ini sudah mulai beroperasi sejak Oktober 2013.


Sejak saat itu, sudah ada 80 orang yang direhabilitasi, dan 15 diantaranya sudah menyelesaikan program rehabilitasi medis dan sosial secara terintegrasi.


Menurut Kepala BNN, balai rehabilitasi ini bisa menampung 200 residen. Sedangkan sumber daya manusia yang bertugas di tempat rehabilitasi ini sejumlah tujuh puluh personel, yang  terdiri dari dokter, perawat, dan konselor.


Pembangunan Balai Balai Rehabilitasi Tanah Merah BNN di Samarinda merupakan wujud dukungan BNN dan kepedulian Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur maupun Kota Samarinda melalui Rencana Aksi Provinsi Kalimantan Timur di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun 2011- 2015 (RAP P4GN 2011-2015).


Dukungan Pemerintah Kota Samarinda dalam berupa penyediaan lahan seluas 11,8 hektar di kawasan Jalan Raya Bontang Samarinda, Tanah Merah Kalimantan Timur. Pembangunan fasilitas rehabilitasi ini dilakukan dalam tiga tahap sejak 2011 lalu.


Kepala BNN berharap pembangunan Balai Rehabilitasi Tanah Merah ini dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba secara maksimal, agar mereka dapat menjadi pulih dan tidak kambuh kembali.

Tutorial BloggingTutorial BloggingBlogger Tricks

Baca Juga