Baca Juga

Daerah (480) Nasional (231) Berita (115) Internasional (34) education (26) news (26) Berita Gema Nusantara (24) Nasiona (16) Duit (15) Tentang Narkoba (6) Gema (4) video (4) Teknologi (3) Peraturan (2) Pilkada 2024 (2) Profile (2) kesehatan (2) Financial (1) herbal (1) opini (1)
Tampilkan postingan dengan label Internasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Internasional. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juni 2021

800 Orang Ditangkap, 32 Ton Narkoba Disita

BY GentaraNews IN



Lebih dari 800 tersangka ditangkap, 32 ton narkoba dirampas dan USD148 juta (Rp2 triliun) disita dalam sebuah penyelidikan kejahatan terorganisir besar-besaran di dunia.

Para pejabat penegak hukum mengumumkan hal ini dalam konferensi pers di Den Haag pada Selasa (8/6). Operasi Trojan Shield ini mencakup penggerebekan polisi di 16 negara, di mana 250 senjata api dan 55 mobil mewah juga disita.

Kepala Kepolisian Nasional Belanda Constable Jannine van den Berg mengatakan operasi itu merupakan “pukulan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap jaringan kriminal, dan ini di seluruh dunia.”

Asisten Direktur Unit Investigasi Kriminal di Biro Penyidik Federal (FBI) Amerika Calvin Shivers mengatakan Operasi Trojan Shield ini “adalah contoh cemerlang dari apa yang dapat dicapai ketika mitra-mitra penegak hukum internasional dari seluruh dunia bekerjasama dan mengembangkan piranti investigasi negara untuk mendeteksi, memutus dan membongkar organisasi kriminal transnasional.”

Para pejabat itu mengatakan kunci penyelidikan ini adalah kemampuan para otoritas penegak hukum untuk mengetahui rencana-rencana para tersangka.

Peran Penting Platform Terenkripsi “EncroChat” dan “Sky ECC”

Badan-badan penegak hukum melumpuhkan dua platform terenkripsi – EncroChat dan Sky ECC – yang digunakan sindikat kejahatan ini. Pihak berwenang mengatakan kelompok-kelompok kriminal yang memperdagangkan narkoba membutuhkan telepon atau saluran komunikasi aman yang baru, yang disediakan FBI lewat aplikasi yang disebut ANOM yang dipasang di telepon-telepon seluler yang telah dimodifikasi.

Selama 18 bulan terakhir ini FBI telah membagi-bagikan telepon seluler yang terenkripsi dengan aplikasi ANOM – yang diyakini para tersangka sebagai saluran yang aman untuk digunakan – pada lebih dari 300 kelompok kejahatan yang beroperasi di 100 negara. Hal ini memungkinkan pihak berwenang memantau pengiriman narkoba yang dilakukan kelompok-kelompok itu dan rencana lainnya. 

“Ada kekosongan karena kurangnya platform terenkripsi ini, sehingga menciptakan kesempatan untuk melakukan kolaborasi dengan mitra-mitra internasional kami, tidak saja untuk mengembangkan piranti khusus tetapi juga mengembangkan proses mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi intelijen,” ujar Shivers.

FBI Pimpin Operasi Trojan Shield

Operasi Trojan Shield dipimpin oleh FBI, tetapi juga mengikutsertakan Badan Penanganan Narkoba (DEA), badan kepolisian Uni Eropa Europol dan badan-badan penegak hukum di lebih dari 20 negara.

Di Australia saja, pihak berwenang mengatakan mereka telah menangkap 224 orang, menyita lebih dari empat ton narkoba dan 35 juta dolar dalam penyelidikan yang berlangsung selama tiga tahun.

“Hari ini pemerintah Australia, sebagai bagian dari operasi global, telah memberi pukulan keras pada kejahatan terorganisir,” ujar Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada wartawan.

“Tidak saja di negara ini, langkah ini akan digemakan terhadap kejahatan terorganisir di seluruh dunia,” tambahnya. (*)

 


Sumber : Oke News

Peredaran Narkoba di Arab Saudi, Tangkap Dua Pengedar

BY GentaraNews IN



Pasukan keamanan Kerajaan Arab Saudi menangkap dua pengedar narkoba jenis sabu-sabu yang memiliki sejumlah besar narkoba. Keduanya merupakan warga Arab Saudi. Saudi Press Agency melaporkan Selasa (8/6/2021).

Juru bicara Direktorat Jenderal Pengendalian Narkotika Kapten Mohammed Al-Najidi, “mengatakan penangkapan berdasarkan video yang beredar di media sosial. Dimana dua orang itu mempromosikan zat narkotika”

“Petugas keamanan menindaklanjuti pengedar narkoba di wilayah Riyadh. Dengan mengidentifikasi dan menangkap kedua warga tersebut, jelas Kapten Mohammed Al-Najidi.

“Petugas keamanan menyita sabu, sabu, dan 104 tablet yang diatur peredarannya," tambah Kapten Mohammed Al-Najidi.

Kapten Al-Najidi mengatakan, "mereka telah ditangkap da tindakan hukum awal telah diambil".

"Mereka telah dirujuk ke Penuntut Umum,” tambah Kapten Mohammed Al-Najidi," pungkas Kapten Mohammed Al-Najidi.

Pemerintah kerajaan Arab Saudi, sebelumnya menggagalkan upaya penyelundupan 1,6 kilogram kokain ke Kerajaan.

Pihak Otoritas Zakat, Pajak, dan Kepabeanan di Bandara Internasional King Abdul Aziz di Jeddah mencurigai seorang penumpang wanita yang tiba di Kerajaan.

Saat dilakukan rontgen terungkap 60 kapsul di perutnya, sebesar 683,5 gram.

Dalam kasus serupa, yang kali ini melibatkan penumpang pria, penyidik menemukan 80 kapsul berisi 918,5 gram kokain.

Pihak Otoritas Zakat, Pajak, dan Kepabeanan mengatakan menelan kapsul obat-obatan seperti heroin atau kokain adalah metode umum yang digunakan oleh penyelundup.

Untuk menggagalkan upaya dan menyita pengiriman dalam upaya menjaga keamanan dan melindungi masyarakat Saudi, petugas bea cukai di darat, laut dan bandara bekerja tanpa lelah

Minggu, 13 Desember 2020

MMEA Tangkap 2 Ton Sabu di Lepas Pantai Penang, Malaysia

BY GentaraNews IN

Direktur Jenderal Malaysia Maritime Enforcement Agency MMEA Datuk Muhammad Zubil Mat Som (tengah) menunjukkan metamfetamin hasil penyitaan pada konferensi pers di Kantor MMEA Negara Bagian di George Town, 13 Desember 2020. (Sumber: Bernama)


KUALA LUMPUR – Pemerintah negeri jiran Malaysia mengumumkan penyitaan paket metamfetamina atau sabu kristal terbesar dalam sejarah Negeri pada Senin (14/12/20).

Penyitaan bahan baku narkoba jenis sabu berbentuk crystal methamphetamine sebanyak 2 Ton ini oleh Petugas patroli dari Badan Penegakan Maritim Malaysia atau Malaysia Maritime Enforcement Agency (MMEA) dilakukan pada 9 Desember 2020 lalu senilai 26 juta dollar AS yang setara dengan 368 miliar Rupiah dari sebuah kapal di lepas pantai penang, bagian Barat Malaysia. Ini penangkapan terbesar selama 15 tahun dalam sejarah negeri jiran Malaysia, seperti laporan Channel News Asia. Minggu (13/12/2020)

Methamphetamine kristal adalah narkoba sintetis yang sangat adiktif juga dikenal sebagai speed, sabu maupun yaba.

"Ini merupakan penyitaan terbesar oleh penjaga pantai dalam 15 tahun terakhir," kata Kepala Penjaga Pantai Malaysia Muhammad Zubil Mat  Som.

Beberapa tahun terakhir Malaysia memang meningkatkan operasi anti narkotika di perairan wilayahnya, dan beberapa kali berhasil menangkap bahan baku narkotika yang berusaha diselundupkan lewat laut.

Kepolisian Malaysia mengatakan, kapal yang ditangkap itu adalah bagian dari jaringan perdagangan narkotika senilai miliaran dollar AS yang terbentang dari China, Asia Tenggara, hingga Australia.

Penangkapan berawal pada hari Rabu (09/12/2020) lalu saat patroli perairan Malaysia melihat sebuah kapal pesiar kecil yang berlayar secara mencurigakan di perairan Penang, tutur Direktur Jenderal Badan Penegakan Hukum Maritim Malaysia, Muhammad Zubil Mat Som dalam pernyataan yang dikutip CNA.

Kapal wisata sepanjang 12,5 meter menarik perhatian petugas karena gerak-geriknya mencurigakan. Pengemudi kapal kemudian terlihat berusaha kabur saat melihat petugas patroli.

Patroli Perairan Malaysia kemudian mengejar kapal tersebut saat satu-satunya orang yang berada di dalam kapal, seorang Malaysia berusia 26 tahun, menolak untuk menuruti perintah patroli perairan.

"Lelaki tersebut kemudian melompat ke laut dan kemudian ditangkap," tutur Muhammad Zubil Mat Som

Aparat Malaysia kemudian memeriksa isi kapal dan menemukan 130 karung berisi 1,998 paket teh cina yang berisi methamphetamine seberat 2,118 kilogram atau 2,12 ton.

Belum diketahui berasal dari mana 2 ton paket sabu tersebut berasal. Namun Zubil menduga paket itu "telah diselundupkan dari area Segitiga Emas Myanmar."

Segitiga Emas atau Golden Triangle adalah area hutan terpencil tempat bertemunya perbatasan Myanmar, Laos, dan Thailand. Area tersebut sudah sejak lama dikenal sebagai pusat produksi heroin dan juga sabu.

Narkotika yang dihasilkan di sana kemudian diselundupkan ke seantero Asia Tenggara, Tiongkok, dan Australia.

Kantor Berita Malaysia melaporkan, pengemudi kapal penyelundup telah tiga kali berbuat dengan modus operandi yang sama.

“Penyelidikan kami juga menemukan pelaku keluar dari Sungai Juru dengan perahu lain dan pergi ke perairan internasional sebelum berganti kapalnya dengan yang berisi narkoba, sedangkan perahu yang pelaku bawa diambil alih pihak lain yang merupakan anggota sindikat narkoba, untuk pergi kembali ke negeri jiran, ”ujarnya.

Pada penyelundupan pertama dan kedua di bulan Oktober dan November, Muhammad Zubil menambahkan, pelaku menyelundupkan berbagai jenis narkoba seberat 1 ton.

Aparat keamanan Malaysia meyakini narkotika tersebut akan didistribusikan ke Thailand karena harganya tiga kali lipat lebih tinggi dibanding harga pasaran Malaysia.

Modus operandi sindikat ini adalah membawa narkoba melalui laut pada siang hari untuk menghindari deteksi aparat keamanan Malaysia karena mereka mengira operasi dan patroli hanya dilakukan pada malam hari.

Pelabuhan asal maupun tujuan dari barang haram itu saat ini masih dalam penyelidikan aparat keamanan Malaysia. Muhammad Zubil mengatakan, bungkus teh yang digunakan mirip dengan barang bukti penangkapan sebelumya yang diduga datang dari Myanmar. (LEP)


Sumber : Kompas.tv

https://www.kompas.tv/amp/article/130511/videos/2-ton-sabu-disita-malaysia-di-lepas-pantai-penang?page=all

Rabu, 02 Desember 2020

Commission on Narcotic Drugs (CND) Hapus Ganja Dari Daftar Obat-obatan Paling Berbahaya di Dunia

BY GentaraNews IN


Jakarta-Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nation memutuskan untuk menghapus ganja dari daftar narkotika atau obat terlarang paling berbahaya di dunia. Keputusan ini untuk mengantisipasi, sekaligus membuka jalan bagi perluasan penelitian ganja dan penggunaan medis.

Sebelumnya, ganja berada dalam kategori yang sama dengan heroin, analog fentanil, dan opioid lainnya. Pemungutan suara dilakukan atas rekomendasi WHO untuk mempermudah penelitian penggunaan ganja dalam bidang medis.

Commission on Narcotic Drugs (CND) atau Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa. Badan yang berbasis di Wina, Austria, ini berisi 53 negara anggota telah mengadakan pemungutan suara yang diikuti oleh negara-negara anggota Komisi Narkotika PBB, dengan hasil 27 setuju, 25 tidak setuju, dan 1 abstain. Badan ini mengikuti rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia WHO untuk menghapus ganja dan resin ganja dari Agenda IV Konvensi 1961 tentang Narkotika.

Komisi ini mempertimbangkan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tentang reklasifikasi ganja dan turunannya

Mengutip dari New York Times, Kamis, 3 Desember 2020, para ahli mengatakan bahwa pemungutan suara tidak akan berdampak langsung pada pelonggaran kontrol internasional dalam penggunaan ganja lebih lanjut. Pasalnya, pemerintah masih memiliki yurisdiksi tentang bagaimana mengklasifikasikan ganja.

"Ini adalah kemenangan besar dan bersejarah bagi kami, kami tidak bisa berharap lebih," kata peneliti independen untuk kebijakan narkoba, Kenzi Riboulet-Zemouli seperti mengutip New York Times.

Sementara itu, Wakil Presiden di Canopy Growth, Dirk Heitepriem, menyebutkan bahwa pemungutan suara di PPB merupakan langkah maju yang besar. Karena hal itu sama dengan mengakui dampak positif ganja pada pasien.

“Kami berharap ini akan memberdayakan lebih banyak negara untuk membuat kerangka kerja yang memungkinkan pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan akses ke pengobatan,” kata Heitepriem.

Kesepakatan Komisi Obat Narkotika (CND) ini membuka pintu bagi pengembangan potensi pengobatan dan terapi obat-obatan, kendati di sebagian besar negara penggunaan ganja untuk keperluan medis masih ilegal. Di sisi lain, perubahan ini bisa menjadi upaya legalisasi ganja di seluruh dunia.

Penelitian Ganja Sebagai Obat

Pada tahun 2019, dalam sebuah laporan WHO telah merekomendasikan bahwa "ganja dan resin ganja harus di bawah kendali ketat guna mencegah kerusakan yang disebabkan oleh penggunaannya. Pada saat yang sama, ganja juga bisa digunakan untuk penelitian dan pengembangan, serta penggunaan medis."

Mengutip situs resmi PBB, keputusan kali ini juga dapat mendorong penelitian ilmiah untuk menguak khasiat pengobatan ganja dan bertindak sebagai katalisator bagi negara-negara untuk melegalkannya demi keperluan medis dan mempertimbangkan kembali undang-undang tentang penggunaan untuk rekreasi.

Namun, Komisi PBB belum melegalkan ganja karena masih terdaftar di antara obat-obatan yang "sangat membuat ketagihan dan dapat disalahgunakan."

WHO sekarang merekomendasikan agar ganja tetap terdaftar di bawah level kendali Agenda I, karena WHO mengakui "tingginya tingkat masalah kesehatan masyarakat yang timbul dari penggunaan ganja."

WHO juga merekomendasikan agar "ekstrak dan larutan ganja" dihapus dari Agenda I, namun rekomendasi itu tidak diikuti oleh Badan Kebijakan Obat PBB.

Rekomendasi kunci WHO sejak Januari 2019 menghapus ganja dari Jadwal IV Konvensi Tunggal 1961 tentang narkotika-yang memasukkannya ke dalam daftar opiod berbahaya dan adiktif seperti heroin.

WHO mengklasifikasikan cannabidiol (CBD) sebagai senyawa tidak memabukkan yang memiliki peran penting dalam terapi kesehatan selama beberapa tahun terakhir.

Negara Yang Sudah Melegalkan Ganja Untuk Obat.

Saat ini lebih dari 50 negara telah menggunakan ganja untuk obat sementara seperti di Kanada, Uruguay, dan 15 negara bagian AS yang telah melegalkan untuk penggunaan rekreasi. Sementara Meksiko dan Luksemburg akan menyusul melegalkan penggunaan ganja untuk rekreasi.

Penggunaan ganja dan produk turunannya seperti cannabidiol (CBD) dan senyawa nonintozxicating untuk medis telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Sejumlah penelitian menunjukkan penggunaan CBD apat melindungi sistem saraf dan meredakan kejang, nyeri, kecemasan, dan pembengkakan. Sejumlah produk dengan kandungan ganja termasuk krim, serum, minuman soda, dan jus.

Kontroversi Ganja di Indonesia 

Di dalam negeri, Kementerian Pertanian telah mencabut Keputusan Menteri Nomor 104 Tahun 2020 yang mencakup aturan tentang komoditas binaan pertanian. Beleid yang diteken Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada 3 Februari 2020 itu memasukkan ganja sebagai salah satu tanaman obat binaan.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian Tommy Nugraha dalam keterangannya pada akhir Agustus lalu menjelaskan, ganja tergolong jenis tanaman obat psikotropika. Pada 2006, komoditas itu masuk kelompok obat sesuai dengan Keputusan menteri Pertanian Nomor 511 Tahun 2006.

Karena itu, sejak 2006, pemerintah telah memusnahkan ganja yang ditanam petani. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2020 tentang Holtikultura, budidaya tanaman yang merugikan kesehatan masyarakat pun hanya dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau ilmu pengetahuan tertentu dan pengembangannya ditentukan oleh undang-undang. 

Penulis : Le Putra

Jumat, 23 Oktober 2020

Debat Dan Saling Ejek, Calon Presiden Amerika Bahas UU yang Hukum Berat Pecandu Narkoba

BY GentaraNews IN



Pada debat calon presiden AS, Minggu (27/9/2020). Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bersikeras meminta rivalnya dari Partai Demokrat, Joe Biden, melakukan tes narkoba sebelum atau setelah debat capres pertama.

"Saya akan sangat meminta Tes Narkoba kepada Sleepy Joe Biden sebelum, atau setelah Debat pada Selasa malam," kicau Trump di Twitter-nya.


Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengejek rivalnya, Joe Biden, calon presiden (capres) dari Partai Demokrat saat keduanya membahas soal dukungan Biden di masa lalu terhadap aturan hukum yang menghukum berat pencandu narkoba. Berbalik posisi, Biden kini mengakui dukungan itu sebagai 'kesalahan'.

Dalam undang-undang (UU) tindak kejahatan tahun 1994 yang mengatur hukuman lebih berat untuk kasus kepemilikan narkoba menjadi salah satu pembahasan kedua capres dalam debat terakhir di Nashville, Tennessee. Dilansir Reuters, Jumat (23/10/2020)

Moderator debat, Kristen Welker dari NBC, menjelaskan bahwa UU yang didukung Biden saat dia menjadi Senator AS tahun 1980-an dan 1990-an telah berkontribusi pada penahanan puluhan ribu pemuda kulit hitam yang kedapatan memiliki narkoba meskipun dalam jumlah kecil. UU ini disebut memicu penderitaan bagi banyak keluarga kulit hitam di AS hingga saat ini. Welker meminta Biden memberikan penjelasan terkait dukungannya pada masa lalu.

"100 Senator memberikan dukungan untuk rancangan undang-undang (RUU) soal narkoba dan cara menangani kasus narkoba. Itu adalah sebuah kesalahan," sebut Biden dalam jawabannya.

"Itulah mengapa saya telah berargumen bahwa, pada kenyataannya, kita tidak seharusnya mengirimkan siapapun ke penjara untuk pelanggaran narkoba murni. Mereka semuanya harus menjalani perawatan. Untuk itulah kita harus menghabiskan anggaran," cetusnya.

"Itulah sebabnya saya mendirikan pengadilan narkoba, yang tidak pernah didanai oleh teman-teman Republikan. Mereka tidak seharusnya masuk penjara karena masalah narkoba atau alkohol. Mereka harus menjalani perawatan. Itulah yang kami coba lakukan. Itulah yang akan saya lakukan," jelas Biden.

Trump menimpali Biden dengan melontarkan sindiran dan ejekan. Dia menyebut Biden hanya banyak bicara tanpa ada tindakan secara konkret.

Bagaimana, jika orang-orang kehilangan pekerjaan dan mereka melakukan bunuh diri. Depresi tinggi, alkohol bahkan narkoba," Ujar Trump

"Tapi mengapa dia tidak melakukannya? Itu semua hanya omongan tanpa tindakan dengan para politikus ini. 'Itulah yang akan saya lakukan ketika saya menjadi Presiden'. Anda menjabat Wakil Presiden bersama Obama sebagai Presiden Anda selama 8 tahun. Kenapa Anda tidak melakukannya?" sindir Trump.

Biden merespons dengan menegaskan puluhan ribu tahanan telah dibebaskan dan ribuan tahanan lainnya mendapat keringanan hukuman dan pengampunan.

"Kami melakukan banyak hal. Kami telah membebaskan 38 ribu tahanan dari penjara federal. Ada lebih dari 1.000 orang yang mendapat pengampunan. Faktanya, kami yang membuat undang-undang, yang menyatakan kami dapat melihat pola dan praktik departemen kepolisian dan apa yang mereka lakukan, bagaimana perilaku mereka," sebut Biden.

"Saya dapat melanjutkan, tapi kami telah memulai prosesnya. Kami telah memulai prosesnya. Kami kalah dalam pemilu. Itulah mengapa saya mencalonkan diri untuk memenangkan kembali pemilu itu dan mengubah kebijakan yang buruk ini," tandasnya.

Presiden ke-45 AS tersebut menuding tanpa bukti, bahwa eks wapres era Barack Obama itu menggunakan obat-obatan tertentu untuk meningkatkan kinerjanya. (LEP)

Tutorial BloggingTutorial BloggingBlogger Tricks

Baca Juga