Rodrigo Duterte sejak menjabat sebagai presiden Filipina pada 2016, lebih dari 6.000 orang tersangka kejahatan narkoba tewas tanpa melalui persidangan
Saat ini Rodrigo Duterte menghadapi ancaman penangkapan pada tahun depan atau setelah kepala jaksa penuntut umum Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengakhiri penyelidikan awal soal dugaan pelanggaran HAM terbunuhnya ribuan orang dalam perang melawan kejahatan narkoba di negara itu.
Rodrigo Duterte siap bertanggung jawab terkait operasi pemberantasan narkoba yang merenggut ribuanya nyawa sejak dirinya terpilih pada 2016.
"Siap menghadapi dakwaan, asal bukan kejahatan terhadap kemanusiaan, meskipun bisa membuatnya dipenjara," tegas Rodrigo Duterte
Dilansir Associated Press (AP), Selasa (20/10/2020) pernyataan Duterte yang disiarkan televisi pada Senin (19/10) malam adalah salah satu pengakuannya yang paling jelas tentang peluang bahwa dia dapat menghadapi tuntutan pidana atas kampanye perang melawan narkoba sejak menjabat pada pertengahan 2016.
"Jika ada pembunuhan di sana, saya ingin mengatakan saya adalah orangnya. Anda bisa meminta pertanggungjawaban saya atas apa pun, kematian apa pun yang terkait perang terhadap narkoba," kata Duterte.
Ini merupakan pengakuan Duterte paling jelas terkait kematian hampir 6.000 orang sejak kampanye memerangi kejahatan narkoba di pertengahan 2016.
"Jika Anda terbunuh, itu karena saya marah dengan narkoba. Jika itu yang saya katakan, bawa saya ke pengadilan untuk dipenjara. Oke, saya tidak masalah, jika saya mengabdi untuk negara dengan masuk penjara, dengan senang hati," tuturnya.
Dia menegaskan, narkoba merupakan ancaman keamanan nasional dan publik, sama halnya dengan pemberontakan yang dilakukan komunis selama puluhan tahun.
"Ketika Anda menyelamatkan negara Anda dari kehancuran orang-orang seperti NPA dan obat-obatan, Anda melakukan tugas suci," katanya, mengacu pada pemberontak Tentara Rakyat Baru komunis (NPA).
“Jika ini dibiarkan terus menerus dan tidak ada tindakan tegas yang diambil, itu bisa membahayakan keamanan negara,” ujarnya.
Mengutip data statistik badan anti-narkoba, saat ini ada 1,6 juta pecandu di Filipina. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan saat Duterte baru menjabat presiden, yakni 4 juta orang.
Sementara itu bersarkan laporan polisi, sedikitnya 5.856 tersangka narkoba tewas dalam penggerebekan serta lebih dari 256.000 lainnya ditangkap.
"Tewasnya pelaku kejahatan narkoba selama operasi polisi bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah. Pasalnya ada kemungkinan kematian itu dipicu persaingan antargeng," jelas Duterte
Setidaknya ada dua tuntutan kejahatan terhadap kemanusiaan serta pembunuhan massal terkait perang terhadap kejahatan narkoba yang digulirkan Duterte. Kasus ini ini sedang diperiksa jaksa dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Hasilnya akan menentukan apakah ada cukup bukti untuk menggelar penyelidikan dalam skala penuh.
Duterte merespons tuntutan itu dengan menarik Filipina keluar dari keanggotaan pengadilan kriminal pada 2018, sebuah langkah yang menurut kelompok HAM sebagai kemunduran besar dalam perjuangan negara melawan impunitas.
Namun jaksa ICC menegaskan, penyelidikan kasus ini akan terus berlanjut meskipun Filipina menarik diri.
Jaksa ICC, Fatou Bensouda, sudah diberi mandat untuk menerima bukti-bukti baru yang bisa saja memberatkan Duterte, dengan meminta keluarga korban pembunuhan untuk muncul, menyerahkan bukti-bukti, dan menceritakan apa yang terjadi. (LEP)