Tanaman ganja atau dalam bahasa latinya Cannabis sativa kembali menjadi polemik. Perdebatan barang itu obat medis atau psikotropika.
Ganja adalah psikotropika yang mengandung tetrahidrokanabinol (THC) dan kanabidiol yang membuat pemakainya mengalami euforia. Ganja biasanya dibuat menjadi rokok untuk dihisap supaya efek dari zatnya bereaksi.
Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai sekitar dua meter. Berdaun menjari dengan bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda (berumah dua).
Bunganya kecil-kecil dalam dompolan di ujung ranting. Ganja hanya tumbuh di pegunungan tropis dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl).
Beberapa negara memang melegalkan penggunaan ganja di masyarakat. Sejak 10 Desember 2013, misalnya, Uruguay melegalkan ganja untuk diperjualbelikan dan dikonsumsi.
Di Indonesia hingga kini, ganja masih termasuk dalam jenis narkotika golongan I, menurut
Undang Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Karena itu, penggunaannya dilarang keras.
Selain ganja, jenis narkotika golongan I yang lain adalah sabu-sabu, kokain, opium dan heroin. Izin penggunaan terhadap narkotika golongan I hanya dibolehkan dalam hal-hal tertentu, terutama untuk kepentingan penelitian dan medis.
Dalam konteks penegakan hukum, setiap hari seluruh jajaran polisi di Indonesia mengungkap kasus narkoba. Salah satunya kasus peredaran ganja sebagai salah satu narkoba paling populer.
Ganja Tanaman Obat ?
Dalam Undang Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-undang narkotika No. 35 Tahun 2009 jelas melarang penggunaan tanaman
ganja untuk keperluan rekreasional maupun pengobatan.
Di sisi lain ada Undang Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura pasal 67, telah diatur pengaturan soal penyalahgunaan tanaman. Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya diperbolehkan bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan.
Wakil Ketua Umum Gema Nusantara Anti Narkoba (Gentara) Le Putra, "mencoba mensikapi Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian yang ditandatangani Syahrul Yasin Limpo pada 3 Februari 2020".
"Secara hirarki perundang-undangan kita tetap mengacu kepada Undang Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yg melarang menanam, memperjual belikan ganja," ucap Le Putra
"Mengapa publik dan pihak terkait baru meributkan sekarang ?," kata Le Putra
Wakil Ketua Umum Gema Nusantara Anti Narkoba (Gentara) Le Putra menyatakan,
"Keputusan menempatkan ganja sebagai salah satu komoditas obat binaan memang menyentuh sensitivitas tinggi karena bisa dianggap melegalisasi penanaman dan pemakaiannya secara luas".
"Mengapa publik dan pihak terkait baru meributkan sekarang ? Atau mungkinkah publik tidak jeli atas isi produk hukum tersebut ?," kata Le Putra kembali.
"Mari kita simak produk Keputusan Mentri Pertanian sebelumnya, Anton Aprianto" ajak Le Putra
"Ketetapan dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian. Menetapkan ganja atau dengan nama latin Cannabis sativa ke dalam daftar tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian (Kementan) nomor 12 di daftar komuditas tanaman obat," ungkap Le Putra
"Kita luput bahwa 14 tahun lalu pernah terbit Kepmentan 511/kpts/PD.310/2006 tertanggal 12 September 2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura tang juga menempatkan ganja sebagai salah satu tanaman obat binaan Kementan, pada nomor urut 12 kelompok daftar komunikas Biofarmaka yang ditandatangani Mentri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS, " jelas Le Putra
Kepmentan 104/2020 tersebut sementara dicabut untuk dikaji kembali. Kemudian segera dilakukan revisi setelah berkoordinasi dengan pihak terkait (BNN, Kemenkes dan LIPI).
Diktum pertama dalam Kepmen Komoditas Binaan tersebut disebutkan bahwa komoditas binaan Kementerian Pertanian meliputi komoditas binaan Direktorat Jenderal :
a. Tanaman Pangan;
b. Hortikultura;
c. Perkebunan dan
d. Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kedua, disebutkan bahwa komoditas binaan sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu dan produk turunannya dibina oleh direktorat jenderal masing-masing sesuai dengan kewenangannya.
Pada diktum kelima, tertulis direktur jenderal dalam menetapkan komoditas binaan dan produk turunannya sebagaimana dimaksud dalam diktum keempat harus berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, direktorat jenderal teknis lingkup Kementerian Pertanian, pakar/perguruan tinggi dan kementerian/lembaga.
Ada 66 komoditas yang tercantum dalam daftar tanaman obat di bawah binaan Ditjen Hortikultura. Selain ganja, jenis tanaman obat lainnya, antara lain, akar kucing, mahkota dewa, tapkliman, senggugu hingga brotowali.
Dalam keterangan tertulis menyikapi reaksi publik, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba.
Namun mencabut aturan itu adalah langkah tepat dan bijak guna mengakhiri perdebatan di masyarakat yang sedang menghadapi wabah virus corona (Covid-19). (LEP)