Baca Juga

Daerah (477) Nasional (231) Berita (113) Internasional (34) education (25) news (25) Berita Gema Nusantara (24) Duit (15) Nasiona (15) Tentang Narkoba (6) video (4) Gema (3) Peraturan (2) Profile (2) kesehatan (2) Teknologi (1) herbal (1)

Jumat, 31 Desember 2021

Panama Sita narkoba pada 2021 Sebanyak 128 Ton

BY GentaraNews IN



Kementerian Keamanan Panama berhasil menyita sekitar 128 ton barang selundupan, terutama kokain, Ahad (26/12). Tutup Tahun 2021 Panama catatan rekor baru dalam penyitaan narkoba. (Minggu 26/12/2021)

Dilansir dari Channel News Asia, terjadi peningkatan jumlah narkoba sitaan pada 2021 sebesar 43% dari rekor sebelumnya yang tercatat di 2019.

Saat itu, Panama menyita 90 ton narkoba dalam satu tahun. Di 2021, jumlahnya melonjak tajam menjadi 128,7 ton.

"Pada 2021, sebagai hasil dari 565 operasi melawan kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba, 128,7 ton narkoba disita," ungkap Presiden Panama Laurentino Cortizo saat menghadiri Majelis Nasional, Minggu (2/1).

Di 2020, tindakan penguncian ketat di awal masa pandemi rupanya cukup berhasil menekan jumlah narkoba yang disita. Pada periode itu, Pemerintah Panama hanya sanggup menyita hingga 84 ton.

Bulan lalu, Panama juga melaporkan rekor transaksi tunai narkoba terbesar, jumlahnya mencapai US$ 10 juta. Tim penyelidik butuh waktu lebih dari 12 jam untuk menghitung uang yang ditemukan di sebuah rumah di Nueva Providencia, Provinsi Colon.

Pihak berwenang mengatakan, perdagangan narkoba dari pelabuhan Karibia ke Eropa juga meningkat.

Baru-baru ini, kepolisian Panama berhasil membongkar dua kelompok kriminal di bawah kartel Klan Teluk Kolombia yang mengendalikan sekitar sepertiga produksi kokain Panama, atau sekitar 300 juta ton.

Kebanyakan penyelundupan dilakukan dengan memanfaatkan peti kemas. Sedangkan provinsi tempat para pejabat melakukan pengangkutan narkoba terbesar adalah Colon di utara tengah Panama, dengan 50 ton. Kemudian  wilayah perbatasan barat Chiriqui dengan 20 ton, dan provinsi Panama dengan 18 ton.

Beberapa penyitaan yang dilakukan di pantai Pasifik dan Karibia, serta di bandara. Untuk lembaga yang mengamankan operasi penyitaan, pemerintah dibantu oleh angkatan udara angkatan laut nasional yang menyita 86.332 paket obat-obatan, polisi nasional mengamankan 29.525 paket, dan otoritas perbatasan nasional sebanyak 11.011 paket.

Panama telah dikenal sebagai pintu masuk Amerika Tengah untuk obat-obatan terlarang yang diproduksi di Amerika Selatan. Sebagian besar kokain berasal dari Kolombia dan pada umumnya akan disalurkan ke Amerika Serikat.

Presiden Cortizo pada Minggu juga menyampaikan, tingkat pembunuhan di Panama pada tahun 2021 cukup tinggi. Perbandingannya mencapai 11,5 per 100.000 penduduk.

"Sebagian besar kasus pembunuhan terkait dengan kejahatan terorganisir. Dalam perang melawan kejahatan, saya tidak bernegosiasi dan saya tidak akan bernegosiasi dengan penjahat," tegas Cortizo. (LEP)

 

Kamis, 30 Desember 2021

KEGIATAN BNNP MALUT SELAMA TAHUN 2021

BY GentaraNews IN

 


I.            Pendahuluan.

BNN Provinsi Maluku Utara untuk terus aktif melakukan upaya memutus mata rantai supply dan demand penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika serta menekan angka prevalensi penyalah guna Narkotika di Provinsi Maluku Utara Tahun 2021 melalui program dan kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN).

II.     Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M)

Upaya memutus mata rantai supply dan demand peredaran Narkotika serta menekan angka prevalensi penyalah guna Narkotika dilakukan BNN Provinsi Maluku Utara melalui Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) dilakukan dengan gencar oleh Seksi Pencegahan dan Seksi Pemberdayaan Masyarakat.

1.    Seksi Pencegahan

Seksi Pencegahan melakukan kegiatan :

a.  Penyelenggaraan Advokasi  

b.  Pengelolaan Informasi dan Edukasi P4GN.

Tahun 2021 telah dilakukan Program Fasilitasi  Ketahanan Keluarga dengan peningkatan softskill yang merupakan salah satu Program Prioritas Nasional Dengan Intervensi sebanyak 4 kali kepada 40 keluarga yang terdiri dari 1 (satu) orang tua dan 1 (satu) anak dengan jumlah total 80 orang di Provinsi Maluku Utara yang juga dilaksanakan oleh BNN Kabupaten/Kota.

Media sangat memberi andil dan peran penting dalam memberikan informasi terhadap masyarakat. Peran media dalam P4GN yaitu :

(1)      Penyebaran informasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika;

(2)       Mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku anti Narkotika;

(3)       Memfasilitasi aktifitas masyarakat Anti Narkotika.

Pengelolaan Informasi dan Edukasi dilakukan melalui Talkshow/tatap muka, Pemanfaatan Media luar, Branding pada sarana publik, Media Cetak, Televisi dan Radio lokal,  Pelatihan  softskill di SMP/SMU sederajat. Selain itu BNN Provinsi Maluku Utara juga melakukan monitoring pelaksanaan informasi dan edukasi P4GN di BNN Kabupaten/Kota. Telah dilakukan penyampaian informasi dan edukasi P4GN kepada 10.785 orang serta Pelatihan Pengembangan Softskill kepada 1 sekolah.

 

2.    Seksi Pemberdayaan Masyarakat

          Seksi Pemberdayaan Masyarakat melakukan Kegiatan :

a. Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat

Pemberdayaan peran serta masyarakat melalui pelaksanaan pengembangan kapasitas merupakan bentuk pembinaan dan pelatihan P4GN untuk menghasilkan penggiat-penggiat P4GN yang dapat membantu BNN dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dari penyalahgunaan narkoba secara mandiri. Penggiat P4GN dilatih untuk menjadi motor dan dinamisator bagi lingkungannya agar sadar, peduli, bangkit dan bergerak melakukan upaya P4GN dengan sumber daya yang dimilikinya. Pengembangan Kapasitas Penggiat P4GN di lingkungan instansi pemerintah, instansi swasta, lingkungan masyarakat dan lingkungan Pendidikan bertujuan ;

1)   Terselenggaranya pemberdayaan masyarakat dalam upaya P4GN di lingkungan kerja instansi pemerintah, swasta, masyarakat lingkungan pendidikan dalam menerapkan Program P4GN;

2)  Terbangunnya sinergitas antara BNN dengan para Stakeholder yang berada di lingkungan kerja instansi pemerintah swasta, masyarakat, lingkungan Pendidikan;

Di tahun 2021 sejumlah 80 (delapan puluh) Penggiat Anti Narkoba telah dikukuhkan setelah dilakukan pengembagan kapasitas melalui workshop yang berasal dari Instansi Pemerintah, Instansi Swasta, Lingkungan Masyarakat dan Lingkungan Pendidkan.

b. Penyelenggaraan Pemberdayaan Alternatif

BNN Provinsi Maluku Utara juga melakukan Pemetaan kawasan rawan narkoba dapat didefinisikan sebagai proses penggambaran situasi masyarakat yang dilakukan secara sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat yang tinggal pada Kawasan rawan narkoba termasuk didalamnya profil dan masalah sosial yang ada pada masyarakat. Hasil Pemetaan Kawasan rawan Narkoba di Provinsi Maluku Utara sejumlah 40 kawasan rawan Narkoba dengan status waspada dan harus diintervensi.

Salah satu upaya intervensi melalui peningkatan kemampuan lifeskill agar masyarakat tidak lagi tertarik bisnis illegal narkoba dan kejahatan lainnya untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Sampai Tahun 2021 BNN Provinsi Maluku Utara telah melakukan pemberdayaan alternatif di wilayah kawasan rawan narkoba dengan pembinaan kepada kelompok masyarakat rentan melalui budidaya tanaman hortikultura, anyaman bambu untuk peralatan rumah tangga, pembuatan totebag dan kelompok bakso ikan tuna dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 58 orang. Diharapkan Pemberdayaan alternatif melalui lifeskill ini dapat berkelanjutan dan dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai potensi dan kearifan lokal masyarakat setempat.

c. Pemberdayaan Masyarakat Anti Narkoba melalui Tes Urine

Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dan Prekursor Narkotika, Permendagri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Fasilitasi P4GN oleh Pemerintah Daerah dan Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan P4GN di Lingkungan Instansi Pemerintah. Pemberdayan masyarakat melalui tes urine baik atas permintaan institusi (mandiri)  dan difasilitasi DIPA APBN. Adapun Instansi yang telah melaksanakan tes urine Tahun 2021 kepada 15 instansi (Pemerintah, Pendikan dan BUMN) dengan total layanan 365 orang yang terdiri dari 185 orang dengan menggunakan DIPA APBN BNN dan sejumlah 80 Orang melakukan tes urine secara mandiri.

d.   Pembentukan Kabupaten/kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN)

Kabupaten/kota Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN) merupakan program Nasional yang digagas BNN melalui Peraturan Kepala BNN (Perka) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Tanggap ancaman Narkoba yang telah dirubah dalam Peraturan Kepala BNN Nomor 5 Tahun 2021 tentang Kebijakan KOTAN.  Hal ini sebagai upaya meningkatkan ketanggapan suatu daerah atas ancaman penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dengan sinergitas seluruh unsur masyarakat di Kabupaten/ Kota. Kebijakan ini juga mendukung upaya BNN untuk tanggap terhadap wilayah rawan penyalagunaan dan peredaran gelap Narkoba dengan menggerakan seluruh elemen masyarakat baik dari kalangan pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Provinsi Maluku Utara dengan jumlah 40 Kelurahan/desa yang waspada Narkoba tersebar di 10 Kabupaten/Kota. 

Hal ini dilakukan dengan mengelaborasikan dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki agar dapat mengantisipasi, adaptasi, mitigasi ancaman dan gangguan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dengan 5 (lima) variabel  pendukung KOTAN yang terdiri dari Ketahanan Keluarga, Ketahanan masyarakat, kewilayahan, kelembagaan dan Hukum. Kelima variabel ini menjadi tolak ukur ketanggapan kabupaten/kota  dalam menghadapi ancaman narkoba.

Sesuai dengan hal tersebut di atas, BNN Provinsi Maluku Utara telah menggerakkan 5 (lima)  Kabupaten/Kota untuk menindaklanjuti pelaksanaan KOTAN di Kabupaten/Kota sesuai arahan Perka, Hal ini dibuktikan dengan penandatangan Nota kesepahaman tentang kotan antara BNN Provinsi Maluku Utara dengan Pemerintah Kota Ternate, Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat, Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara dan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai.

e. Pelaksanaan Desa Bersih Narkoba (Bersinar)

Desa Bersih Narkoba merupakan salah satu program Inovasi BNN untuk menangkal penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika di perdesaan. Hal ini dimaksudkan agar desa memiiliki ketahanan dan daya tangkal serta berperan aktif dalam perang melawan Narkoba. Indikator terbentuknya desa Bersih Narkoba (Bersinar) yakni terbentuknya relawan dan satgas anti Narkoba, desa mencanangkan program dan kegiatan yang mendukung pencegahan Narkoba seperti kampanye dan sosialisasi, pemasangan spanduk, baliho dan banner tolak Narkoba serta ada regulasi yang mendukung pelaksanaan desa Bersinar tersebut mulai dari Tingkat kabupaten/Kota sampai desa. Dan yang terpenting semua pelaksanaan kegiatan P4GN dimulai dari, oleh dan untuk Desa.

Sampai tahun 2021 Desa/Kelurahan Bersinar telah dibentuk di 4  Kabupaten/ Kota yakni di Kabupaten Pulau Morotai terdapat 88 desa yang telah dilaunching menjadi desa Bersinar,  Di Kota Tidore Kepulauan 2 desa dan 1 Kelurahan,  di Kabupaten Halmahera Utara 2 desa dan di Kota Ternate juga dibentuk 1 Kelurahan Bersinar.

III.    Bidang Rehabilitasi.

        1. Seksi Program Layanan Rehabilitasi Instansi Pemerintah  (PLRIP).

          Seksi PLRIP melaksanakan layanan :

          a. Rawat Jalan Klien Penyalahguna Narkoba

Tahun 2021, BNN Provinsi Maluku Utara melalui Seksi PLRIP telah melaksanakan layanan rehabilitasi rawat jalan kepada sejumlah 36 klien (30 laki-laki dan 6 perempuan) yang merupakan penyalahguna Sabu sebanyak 5 klien, ganja sebanyak 9 klien dan lem sebanyak 22 klien dengan usia 10-18 tahun  sejumlah 18 klien dan diatas usia 18 tahun sebanyak 4  klien. Klien dengan pekerjaan, 8 pekerja swasta, 16 pelajar, 11 tidak  bekerja  dan 1 PNS dengan Pendidikan terakhir SD sejumlah 3 klien, SMP 12 klien dan SMA 19 klien. Layanan rehabilitasi  rawat jalan juga dilakukan BNN Kabupaten Halmahera Utara, BNN Kota Tidore kepulauan dan BNN Kabupaten Pulau Morotai di tahun 2021.

 

          b. Asesmen medis

      Asesmen Medis yang dilaksanakan di BNNP Maluku Utara telah menjangkau sejumlah 57 klien dari target 30 klien yang telah ditetapkan.

          c. Layanan  Tes  Urine di Klinik Pratama BNNP Maluku Utara.

          Klinik Pratama BNNP Malut telah melaksanakan layanan tes urine kepada masyarakat sejumlah 453 orang dengan pembiayaan dibebankan kepada penerima layanan yang terdiri dari  Pekerja Instansi pemerintah, swasta, pelajar dan mahasiswa. Hasil dari pembiayaan tes urine di setor ke kas negara  sebagai  Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

        d. Skrinning Intervensi Lapangan

         Dalam memudahkan masyarakat memperoleh layanan rehabilitasi di BNNP Malut, Bidang Rehabilitasi BNNP Malut melalui Konselor dan Fasilitator melakukan kunjungan lapangan, menemui klien yang belum lapor diri untuk layanan rehabilitasi rawat jalan di Klinik Pratama BNNP Malut. Sejumlah 10 klien telah dijangkau dan memperoleh layanan Rehabilitasi Rawat Jalan di BNNP Maluku Utara.

          e. Program Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM)

            Dalam mendukung pelaksanan program desa/kelurahan Bersinar  maka  dilaksanakan program IBM yang merupakan salah  satu langkah penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. Dalam program ini masyarakat yang berperan aktif dalam pemulihan para pecandu Narkoba. Pada kegiatan ini direkrut 5  relawan yang disebut Agen Pemulihan dari masing-masing IBM di desa/kelurahan yang bertugas untuk melaksanakan rehabilitasi tingkat ringan pada masyarakat.

         BNN Provinsi Maluku Utara bersama BNN Kabupaten/Kota telah melatih 33 Agen Pemulihan (AP) yang tersebar di 6 unit IBM, masing-masing 5 AP di Kota Ternate (1 Unit IBM), 8 AP di Kota Tidore Kepulauan (2 Unit IBM),  10 AP di Kabupaten Halmahera Utara (2 Unit IBM) dan 10 AP di Kabupaten Pulau Morotai (1 Unit IBM).

2.    Seksi Pasca Rehabilitasi

         BNN Provinsi Maluku Utara juga melaksanakan program pasca rehabilitasi dalam upaya memberikan pelayan secara terpadu dan komprehensif untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan zat  meliputi aspek fisik, mental, sosial dan spiritual  dan vokasional yang bertujuan agar penyalah guna dapat pulih, kembali produktif dan dapat bersosialisasi di masyarakat.  Layanan pasca rehabilitasi rawat lanjut yang dilakukan BNNP Maluku Utara terdiri atas 3 tahap yakni Tahap I, II dan III yang telah menjangkau 25 klien. Selanjutnya dari 25 klien tersebut seksi Pascarehabilitasi melakukan pendampingan dan pemantauan kepada mereka yang telah kembali ke masyarakat sebanyak 22 klien.

IV.    Bidang Pemberantasan

        a. Tim Asesmen Terpadu (TAT)

            Tim Asesmen Terpadu merupakan tim yang dibentuk berdasarkan  surat  keputusan  Kepala BNN Provinsi Maluku Utara yang terdiri dari Tim Hukum (kepolisian, kejaksaan dan Penyidik BNN) dan Tim Medis (kedokteran, psikolog) dan telah melaksanakan tugas dan fungsinya di BNNP Malut sebagai referensi dalam menentukan apakah seseorang merupakan korban penyalahguna Narkoba atau Pecandu Narkoba. Tim ini juga bertugas melakukan asesmen dan analisis medis, psikososial serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi bagi seseorang yang ditangkap atau tertangkap tangan akibat penyalahgunaan dan pecandu Narkoba. Di tahun 2021 TAT melakukan Asesmen kepada 47 klien yang merupakan rekomendasi dari Polda Malut dan Polres di Kabupaten/Kota.

        B. Ungkap Kasus Penyalahgunaan dan Peredran Gelap Narkotika

.        Di tahun 2021, Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Maluku Utara berhasil melakukan ungkap kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba sejumlah 13 kasus dan 13 tersangka yang semuanya laki-laki. Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain : sabu sejumlah 257,7 gram dan 1.807,69 gram ganja kering. Jika diasumsikan 1 gram sabu disalahgunakan oleh 20 orang, maka BNNP Malut telah menyelamatkan 5.154 orang, dan jika diasumsikan 1 gram ganja disalahgunakan  oleh 5 orang, maka BNNP Malut juga telah menyelamatkan 903.845 orang di Provinsi Maluku Utara.

  V.    Kerjasama P4GN

Kurun waktu 2021 BNNP Malut telah melaksanakan kerja sama P4GN yaitu dengan 5 Pemerintah Kabupaten Kota tentang Pelaksanaan Kota/Kab Tanggap ancaman Narkoba (KOTAN) dan desa/kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar) yaitu Pemerintah Kota Ternate, Pemerintah Kota Tidore kepulauan, Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat, Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara dan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai.

Selain itu BNN Provinsi Maluku Utara juga telah mengembangkan kerja sama dengan organisasi  profesi  kewartawaanan yaitu Ikatan Jurnalis TV Indonesia (IJTI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tentang pengembangan SDM Kehumasan.

Sementara Kerja sama yang masih berjalan sampai saat ini yakni dengan 2 Institusi Pendidikan, 4 Instansi Pemerintah dan 1 Komponen Masyarakat. Kerja sama dimaksudkan serta efisiensi  dan efektivitas untuk komunikasi dan koordinasi  data,  informasi dalam rangka kerja sama P4GN di Provinsi Maluku Utara.

VI.  Faktor Pendukung dan Hambatan Pelaksanaan P4GN di Provinsi Maluku Utara Tahun 2021.

A.  Faktor Pendukung Pelaksanaan P4GN di Provinsi Maluku Utara.

      Faktor pendukung dalam menyelenggarakan diseminasi informasi P4GN adalah sebagai berikut :

1.      Semakin meningkatnya kepedulian dan pemahaman dan kesadaran seluruh institusi  akan bahaya Penyalahgunaan Narkoba hal ini dibuktikan dengan undangan dan sosialisasi P4GN dan tes urine secara mandiri;

2.      Dukungan pelaksanaan Kabupaten/Kota Tanggap Ancaman Narkoba serta Desa Bersinar baik regulasi maupun anggaran di 5 Kabupaten/Kota.

         B. Hambatan dan Tantangan Pelaksanaan P4GN di Provinsi  Maluku Utara.

     Hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan program P4GN di Provinsi Maluku Utara adalah sebagai berikut :

1.    Pelaksanaan Program P4GN di Provinsi Maluku Utara masih fokus di Kota Ternate, Kabupaten Halmahera Utara, Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Pulau Morotai (yang ada BNNK) dan belum menjangkau 6 Kabupaten lainnya ;

2.    Pelaksanaan Desa Bersinar belum optimal dikarenakan  penganggaran melalui dana desa sangat minim serta penguatan kelembagaan desa khususnya kader Relawan Anti Narkoba yang perlu ditingkatkan kapasitasnya membutuhkan operasional dan anggaran;

3.    Pelaksanaan Inpres Nomor 2 Tahun 2020 tentang RAN P4GN dan Prekursor Narkotika belum sepenuhnya dianggarkan di masing-masing Instansi/ lingkungan kerja baik di Pemerintahan Provinsi, Kabupaten / Kota maupun swasta ;

4.    Sarana dan prasarana yang digunakan dalam operasionalisasi pelayanan Diseminasi Informasi Program P4GN di kabupaten/kota yang belum ada BNNK membutuhkan dukungan operasional ;

5.    Terdapat refocusing Anggaran tahun 2021 untuk penanganan covid 19  sehingga pelaksanaan kegiatan belum maksimal dilaksanakan baik di BNNP dan BNNK;

6.    Layanan Rehabiltasi penyalahguna Narkoba belum maksimal dikarenakan  Klinik  Pratama  BNNP Maluku Utara belum memiliki ijin, SDM kurang (sebagai gambaran hanya ada 1 dokter), peralatan sarana prasarana pendukung dan operasionalisasi anggaran untuk penjangkauan korban penyalahgunaan Narkoba.

C.  Saran dan Masukan;

1.   Untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan P4GN membutuhkan komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat Provinsi maupun Kota/Kabupaten di Provinsi Maluku Utara;

2.   Dalam rangka menyelamatkan generasi khususnya penyalahguna Narkoba di Provinsi Maluku Utara maka diperlukan fasilitas rehabilitasi Narkoba rawat Inap di Provinsi Maluku Utara.

 

 


                                        Ternate, 30 Desember 2021

                                        Kepala Badan Narkotika Nasional

                                        Provinsi Maluku Utara

                               


                                            Brigjen Pol. Wisnu Handoko S.I.K., M.M.

Rabu, 29 Desember 2021

Kaltim Angka Permintaan Narkoba Masih Tinggi

BY GentaraNews IN



BNNP Kalimantan Timur menciduk puluhan penyalahguna narkotika. Pekerja tambang disebut yang terbanyak mengonsumsi obat-obatan terlarang itu. Satu satu alasan karena narkoba memberikan gairah menjalani aktivitas. Alasan yang tidak dibantah pengamat kesehatan.

Kepala BNN Provinsi Kaltim, Brigadir Jenderal Polisi Wisnu Andayana, membeberkan pengungkapan kasus narkoba. Sepanjang 2021 ini, BNN disebut telah menetapkan 54 orang sebagai tersangka penyalahguna narkotika di Kaltim. Para tersangka berasal dari sejumlah daerah seperti Samarinda 12 tersangka, Balikpapan enam tersangka, Bontang tujuh tersangka, dan sisanya dari daerah yang lain. Dalam Jumpa Pers Kamis (29/12/2021)

"Berdasarkan analisa Tim Asesmen Terpadu (TAT) BNNP Kaltim, ke-54 tersangka memiliki peran bermacam-macam dalam kasus narkoba. Sebanyak tujuh tersangka disebut sebagai pengonsumsi, 17 tersangka sebagai kurir, empat tersangka sebagai perantara, dan 19 tersangka sebagai bandar narkotika," kata Wisnu Andayana

Di sisi lain, Brigjen Pol Wisnu Andayana menyebut, angka permintaan narkoba masih tinggi di Kaltim. Ia menduga, hal ini terjadi karena sebagian besar kondisi ekonomi masyarakat Kaltim ditopang dari sektor pertambangan. Sebanyak 35 persen dari total tersangka narkotika yang ditahan BNNP pada tahun ini disebut pekerja swasta.

“Ada mitos yang tersebar. Konon katanya, kalau menggunakan sabu-sabu, pekerja lebih semangat dan kuat (bekerja). Ini risiko kalau daerah banyak tambang,” sebut jenderal bintang satu itu.

BNNP Kaltim mengungkapkan, biasanya, para pekerja tambang membeli narkoba di kota-kota besar. Kemudian, mengonsumsinya saat hendak bekerja di lokasi tambang. Kondisi serupa juga ditemukan di sektor industri sawit. Beberapa bandar yang ditangkap BNNP mengaku, menjual narkotika ke pekerja sawit dan tambang.

“Kami mengimbau, semua perusahaan tambang bisa berkolaborasi untuk mencegah narkoba,” ujarnya.

Modus Para Bandar

Alasan menggunakan sabu-sabu agar kuat dan semangat bekerja disebut hanya strategi penjualan dari bandar narkotika. Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Kaltim, Komisaris Besar Polisi Djoko Pornomo. Dasarnya, beberapa pekerja tambang yang ditangkap BNNP Kaltim mengaku, membeli narkoba agar tahan bekerja.
“Awalnya ditawarin sama bandar, ‘nih, coba dulu’. Lama-lama dosisnya meningkat dan menyebabkan kecanduan. Padahal, gaji mereka tidak terlalu banyak,” ungkapnya.

BNNP Kaltim memetakan, sedikitnya ada tujuh jaringan pengedar narkoba di Bumi Etam. Lembaga permasyarakatan disebut sebagai jaringan yang berhasil diidentifikasi. Jaringan tersebut muncul karena lapas adalah tempat bertemunya para pelaku peredaran narkotika. Mengatasi masalah tersebut, Kombes Pol Djoko Pornomo menyebut, lembaganya saat ini sedang menjalin kerja sama dengan Kemenkumham untuk mendeteksi peredaran narkoba dari lapas.

Sedangkan mencegah peredaran narkoba di lingkungat masyarakat, kata Brigjen Pol Wisnu Andayana, pihaknya menjalin kolaborasi dengan banyak pihak seperti kepolisian dan pemerintah. Ia mengakui, BNNP memiliki keterbatasan anggaran dan personel dalam upaya pemberantasan narkotika. Mengenai upaya pencegahan dan mengurangi permintaan narkoba, BNN merehabilitasi sekitar 371 orang di Balai Rehabilitasi, Tanah Merah, Samarinda. Selain itu melaksanakan tes urin kepada 3.000 orang dari instansi pemerintah hingga swasta.

“Mitos pengunaan narkotika untuk meningkatkan produktifitas kerja, mitos itu pelan-pelan membunuh pegawai itu sendiri,” Pungkas jendral bintang satu. (LEP)

Selama Tahun2021 BNN RI Ungkap 3,3 Ton Sabu, 115 Ton Ganja, 50 Ha Lahan Ganja dan 191 lebih Pil Xtacy

BY GentaraNews IN

Dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN), Badan Narkotika Nasional (BNN) bersinergi dengan berbagai elemen bangsa untuk mewujudkan Indonesia Bersinar (Bersih Narkoba). 

Kepala BNN RI, Petrus Reinhard Golose, mengatakan, ada tiga strategi dalam pendekatan P4GN, yakni soft power approach, hard power approach, dan smart power approach. Golose menjelaskan, pertama strategi soft power approach adalah tindakan preventif untuk membentuk ketahanan diri serta daya tangkal terhadap penyalahgunaan narkoba. Dalam keterangan per tertulisnya pada Rabu (29/12/2021).

”Strategi ini menekankan program P4GN pada bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, dan rehabilitasi,” ungkap Golose 

Salah satu contoh konkretnya adalah Desa Bersinar. Itu menjadi program unggulan bidang pencegahan dengan intervensi program P4GN di wilayah pedesaan untuk menciptakan lingkungan kondusif dan aman. Tahun ini terbentuk 346 desa bersinar. Angka itu meningkat 100 persendari tahun sebelumnya.

Program tersebut melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, KPPA, KPK, BNPT, TNI, Polri, serta sektor kesehatan. Selain itu, BNN juga membentuk dan melatih 5.913 relawan penggiat antinarkoba yang turut membantu memberikan informasi dan edukasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba di lingkungan masing-masing.

Sedangkan strategi hard power approach, sambung Golose, itu merupakan tindakan represif melalui aspek penegakan hukum yang tegas dan terukur dalam penanganan jaringan sindikat narkoba. Sepanjang tahun 2021, BNN telah mengungkap 85 jaringan sindikat narkoba baik nasional maupun internasional. Jaringan sindikat narkoba internasional yang paling banyak diungkap berasal dari golden triangle dan golden crescent. Dari jaringan yang diungkap, BNN mengungkap 760 kasus tindak pidana narkoba dan mengamankan 1.109 tersangka.

"Sementara barang bukti narkoba yang disita pada 2021 adalah 3,313 ton sabu-sabu; 115,1 ton ganja; 50,5 hektare lahan ganja; dan 191.575 butir ekstasi,” kata Petrus Golose.

Dan strategi ketiga, tambah Golose, adalah smart power approach. BNN melakukan penanggulangan permasalahan narkoba dengan memanfaatkan penggunaan teknologi informasi dan memaksimalkannya di era digital ini dalam segala aspek P4GN. Salah satunya dengan meningkatkan teknologi intelijen serta pemutakhiran data secara digital.

BNN bersama dengan Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei nasional penyalahgunaan narkoba tahun 2021 dengan hasil angka prevalensi secara nasional mengalami kenaikan.

"Pada kategori setahun pakai, dari yang sebelumnya 1,80 persen atau 3.419.188 pada tahun 2019, kini menjadi 1,95 persen atau 3.662.646 pada tahun 2021 dan pada kategori pernah pakai meningkat dari 2,40 persen atau 4.534.744 menjadi 2,57 persen atau 4.827.616,” Rinci Jendral Bintang Tiga kepala BNN RI

POLDA JATENG NILAI TPPU RP. 4 MILYAR

BY GentaraNews IN


Napi kasus karkoba bernama Johan Wahyudi (43) yang mendekam di Lapas Kedungpane Semarang mengatur pencucian uang hasil kejahatannya dari balik jeruji besi sejak 2017 sampai tahun ini.

Hal ini berhasil diungkap Polda Jawa Tengah (Jateng) mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari kasus narkotika yang dikendalikan dari lapas. Nilai dari TPPU tersebut mencapai Rp 4 miliar.

Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi, mengatakan, "Dari yang bersangkutan diamankan sejumlah uang dan aset barang. Dari hasil koordinasi Ditresnarkoba dan bank BCA di situ ada rekening mencurigakan. Dari mulai penempatan, transfer, di mana ditransfer," jelasnya di Mapolda Jateng, Semarang, Rabu (29/12/2021).

Johan dibantu oleh Feri Surya Ratnawati alias Fefe yang tidak lain adalah kekasihnya. Berbagai barang bukti diamankan mulai dari uang Rp 1,028 miliar, rumah mewah di Sragen, 4 mobil, 3 motor, 2 ponsel, dan lainnya.

"Dibantu Fefe, pacar tersangka. Dari TPPU itu diamankan hampir Rp 4 M berupa uang tunai Rp 1 M, satu aset rumah, dan kendaraan, dan sebagainya," jelas Luthfi.

Sementara itu, Direktur Reserse Narkoba Polda Jateng Kombes Lutfi Martadian menjelaskan Johan merupakan pengedar narkoba yang dibekuk BNN tahun 2014 dengan barang bukti Sabu seberat 1 kg. Dalam tahanan dia ternyata masih mengendalikan peredaran narkoba.

"Tindak pidana asalnya (dari TPPU) yaitu berawal dari penangkapan terhadap pria berinisial T pada Maret 2021 lalu dengan barang bukti sabu 18 gram. Kembangkan ternyata dari JW yang merupakan warga binaan," jelas Lutfi.

Polisi kemudian berkoordinasi dengan pihak terkait soal aliran dana dari tindak kejahatan yang dilakukan oleh Johan. Ada sekitar 5 rekening yang digunakan termasuk rekening atas nama almarhum istri Johan.

"TPPU mulai dari 2017 sampai 2021, 4 tahun. Selama ini dia bekerja sama dengan Fefe, yang kita amankan. Dia (Fefe) sebagai pacar, dia kelola beberapa rekening. Semua berdasarkan hasil kejahatan, sudah diakui JW," ujarnya.

Kedua tersangka dijerat dengan pasal 3, pasal 4, kemudian pasal 5 UU nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun dan juga pasal 137 huruf A UU nomor 25 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman pidana 15 tahun. (LEP)

Sabtu, 25 Desember 2021

Dua Kurir 50 Kg Sabu Asal Aceh Di Tangkap Polda Sumut

BY GentaraNews IN


MEDAN- Ditresnarkoba Polda Sumut sempat melayani aksi kebut-kebutan kurir sabu di Jalan Lintas, sebelum akhirnya berhasil meringkus mereka dan menyita 50 kg sabu.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengungkapkan Ditresnarkoba telah menggagalkan pengiriman narkotika jenis sabu seberat 50 kilogram dengan tujuan Jakarta

"Dari pengungkapan ini telah diamankan dua orang kurir sabu yang berasal dari Aceh," ujar Kombes Hadi Wahyudi, Minggu (26/12).

Menurut Hadi, upaya penangkapan kedua kurir yang masing-masing bernama Muji, 22, dan Fahrurozi, 22, tidak berjalan mudah. Dengan mengendarai mobil Toyota Rush putih berplat nomor BL 1156 DD, mereka sempat berusaha kabur dari kejaran petugas.

Tidak ingin buruannya lolos, para personel Ditresnarkoba Polda Sumut pun melayani aksi ngebut kedua kurir. Sempat kejar-kejaran dengan petugas perbatasan Aceh – Sumut, dua pemuda akhirnya dibekuk di Jalan Megawati Binjai, Medan pada Selasa (21/12/2021) sore. Keduanya dijanjikan Rp 200 juta untuk membawa 50 kg narkotika jenis Sabu dari Aceh dikirim ke Medan dan Jakarta.

Mobil kurir kemudian dihadang dan petugas meringkus keduanya.Penangkapan tersebut dilakukan pada Selasa (21/12) sekitar pukul 15.00 WIB di Jalan Megawati, Medan. Binjai.

Setelah mengamankan kedua kurir kemudian petugas menggeledah mobil dan menemukan barang bukti.Barang bukti yang ditemukan berupa 50 bungkus kemasan teh Cina berisi sabu seberat 1 kg per bungkus sehingga seluruhnya sebanyak 50 kg.

Semuanya disimpan secara terpisah. Beberapa bungkus disembunyikan di bagian dalam pintu mobil dan yang lain berada di dalam dua karung yang dikemas dengan pakaian bekas.

“Dari interogasi, pelaku disuruh oleh A (dalam penyelidikan) untuk mengambil (sabu) tersebut dari Aceh (dikirim) ke Medan dan Jakarta. Mereka dijanjikan upah Rp 200 juta dan baru dikasih Rp 5 juta untuk jalan,” kata Hadi Wahyudi.

Penyuruh kurir yang masih dalam penyelidikan itu menginginkan agar barang haram tersebut dikirim ke Medan dan Jakarta.Sehari kemudian, Polda Sumut juga berhasil menggagalkan pengiriman belasan kilogram narkotika jenis sabu dengan tujuan Palembang. (LEP)




Program memutus adiksi narkoba yang timbulkan masalah baru, 'Mereka semua meninggal karena menyuntikkan Suboxone

BY GentaraNews IN



Suboxone seharusnya dipakai sebagai terapi detoks dan rumatan ketergantungan opioid dan heroin dengan aturan pemakaian dan peredaran ketat. Belakangan, zat ini diperjualbelikan di pasar gelap dan dikonsumsi oleh pecandu-pecandu baru.


"Ini peringatan dari Allah," ujar Bento, bukan nama sebenarnya, sembari meraba guratan luka bekas luka operasi sepanjang kurang lebih 20 sentimeter di dadanya dengan jari telunjuk.

Sejak awal tahun ini, Bento mengaku kerap merasa sesak dan sakit di bagian dadanya. Di bulan Maret, tepat di awal pandemi Covid-19 di Indonesia, sesak itu membuatnya hilang kesadaran, hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Saat itu, kata dia, keluarga menduga Bento terjangkit virus corona. Dia dirawat di RS AMC Bandung, sambil menunggu hasil swab PCR keluar.

Tapi hasil tes usapnya negatif. Pihak rumah sakit yang tak bisa menemukan penyebab sesak yang dialami Bento kemudian merujuknya ke RSUD BandungSetelah sebulan dirawat di sana, baru diketahui bahwa gangguan pada jantung lah yang menyebabkan sesak yang dialami Bento. Lagi-lagi, ia harus dipindahkan ke rumah sakit lain untuk menjalani perawatan intensif.

Pemeriksaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) kemudian menunjukkan ada endapan di katup jantung Bento, yang memicu infeksi dan membuat pria 30 tahunan ini sesak nafas.

"Diberi tahu oleh dokter di RSHS, ini dampak dari Suboxone [yang disuntikkan]," ungkap Bento kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, November lalu.

Bento tercatat sebagai pasien rumatan buprenorfin — salah satu senyawa yang terkandung dalam obat dengan nama dagang Suboxone — di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta untuk adiksi heroin.
Dari pasien legal ke pasar gelap

Sebagai pasien terapi rumatan, Bento mengaku mendapatkan narkotika tersebut secara legal di RSKO.

Setiap pekan, warga Bandung ini datang ke Jakarta untuk konseling dan menebus tujuh tablet Suboxone untuk dikonsumsi selama tujuh hari.

Jarak Bandung-Jakarta yang cukup jauh menyebabkan ia harus menyimpan stok hingga tiba waktu konseling berikutnya.

Sebelum menjalani terapi rumatan, Bento adalah pecandu putau, istilah jalanan untuk heroin. Ia mulai mengkonsumsi buprenorfin sebagai substitusi putau pada 2009.

Saat itu nama patennya adalah Subutex. Namun, merasa Subutex tidak mampu menutup adiksinya, Bento lalu menggantinya dengan Metadon, yang juga ditetapkan oleh WHO sebagai terapi substitusi opioid.

Terapi rumatan Metadon itu hanya dijalaninya selama setahun, sampai ia dinyatakan lepas dari ketergantungan narkoba.

Tapi karena pengaruh pergaulan, ia jatuh kembali dalam adiksi — dan memilih Suboxone sebagai terapi rumatan pada 2016.

Awalnya, Bento mengatakan menjalani terapi Suboxone sesuai aturan, yaitu dioral di hadapan dokter.

"Mencoba untuk benar," kata dia.
"Tapi perasaan beda. Ritual [menyuntik] dan sugestinya tidak bisa tertutup."

Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2016 menyebutkan penyelenggara terapi rumatan buprenorfin bisa rumah sakit, puskesmas, dan klinik. Tapi pada pelaksanaannya, hanya segelintir yang bisa menyalurkan Suboxone, salah satunya RSKO Jakarta.

Kebijakan ini berbeda dengan Metadon yang bisa diakses di berbagai layanan kesehatan, termasuk puskesmas di berbagai daerah.

Aturan itu tentu saja menyulitkan Bento yang tinggal di luar Jakarta. Dia harus mengeluarkan biaya sekitar Rp1 juta setiap konseling dan menebus obat.

"Keluarga sudah mikir juga, biayanya besar," keluh Bento.

Dengan keadaan yang sedang menganggur, Bento mengatakan kondisi itu mendorongnya terlibat dalam peredaran gelap Suboxone.

Mula-mula ia mengaku menerima titipan pasien lain yang tak punya cukup uang untuk bolak-balik ke Jakarta buat konseling dan menebus obat.

Dia, katanya, menjual sebagian jatah Suboxone yang mestinya dipakai selama seminggu kepada sesama pasien.

"Jadi kebutuhan saya tidak full tujuh butir. Tidak habis semua dikonsumsi sendiri. Ada kelebihan tiga atau empat butir, itu yang dijual," ungkapnya.

Lama-kelamaan, lanjutnya, ia juga menjual ke konsumen nonpasien.

"Awalnya menjual, bukan berniat memperkaya diri, cuma membantu teman. Lama-lama, informasi menyebar. Kebutuhan Suboxone semakin meningkat. Edan, begini [banyak] yang butuh Suboxone," kata Bento.

Untuk menebus tujuh butir Suboxone, Bento harus membayar sekitar Rp630 ribu atau Rp90 ribu per butir.

Di pasar gelap, satu butir Suboxone seberat 8 mg dapat dipecah menjadi 0,5 mg atau 1 mg, dosis untuk sekali suntik.

Suboxone 1 mg rata-rata dijual dengan harga Rp160 ribu, sedangkan 0,5 mg dijual Rp80 ribu. Jika dihitung, penjual atau bandar bisa mendapat keuntungan lebih dari 14 kali lipat setiap satu butirnya.

"Tapi saya tidak jual yang potongan kecil," kilah Bento.

Peredaran gelap Suboxone oleh pasien terapi rumatan sebetulnya sudah diendus Badan Narkotika Nasional (BNN), termasuk BNN Kota Bandung.

"Dia memberikan kepada orang yang tidak sedang ketergantungan opioid. Penggunaanya juga langsung disuntikkan. Nah, ini sangat berbahaya," kata Kepala BNN Kota Bandung, AKBP Deni Yus Danial.

Meski, imbuh Deni, ada pula pengedar yang bukan pasien, seperti kasus yang yang diungkap BNN Kota Bandung beberapa waktu lalu.

Dalam kasus itu, BNN Kota Bandung menindak empat orang pengedar Suboxone yang telah divonis masing-masing tiga tahun penjara sesuai pasal 124 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

Ancaman jarum suntik dan kenaikan kasus HIV

Menurut BNN Kota Bandung, sekitar 20% atau setara dengan 13.608 orang adalah pengguna narkotika suntik yang didominasi dengan penyalahgunaan Suboxone, sedangkan 80% lainnya, atau setara dengan 54.433 orang, mengkonsumsi narkoba nonsuntik.

Deni juga menyebutkan, sebagian dari penyalahguna Suboxone yang ditangkap lembaganya masih berusia remaja, meski saat ditanya jumlahnya, ia tak menyebut angka pasti.

Untuk mereka, BNN mengaku merujuk ke lembaga rehabilitasi yang dapat dijangkau oleh petugas, keluarga, atau oleh program Kelurahan Bersinar di wilayahnya.


Pernyataan Deni ini dikuatkan oleh data yang dihimpun Yayasan Grapiks, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang aktif melakukan pencegahan dan penanggulangan bahaya narkoba di Kota Bandung.

Selama 2021, terdapat 1.093 orang pengguna narkoba suntik (penasun) Suboxone dampingan Grapiks. Dari jumlah itu, 84 orang masih anak-anak.

"Paling muda anak usia 15 tahun. Sementara pengguna narkoba suntik perempuan sekitar 5-6 persen," ungkap Sekretaris Yayasan Grapiks, Giri Sugara.

Giri mengungkapkan, dari sekian banyak penasun Suboxone, hanya sekitar 10 persen yang mendapatkan zat tersebut secara legal melalui layanan kesehatan. Artinya, sebagian besar mendapatkannya dari pasar gelap.

"Ada yang terdaftar di RSKO, yang sedang terapi. Itu kan dalam tanda petik hanya formalitas saja untuk mendapatkan barang," katanya.

Grapiks, kata Giri, berupaya mengubah perilaku konsumsi Suboxone dari disuntik menjadi oral, mengingat jumlah kasus penularan HIV dan Hepatitis C turut meningkat seiring dengan kenaikan angka panasun Suboxone.

Obat berbentuk tablet ini seharusnya dikonsumsi secara oral dengan cara diletakkan di bawah lidah (sublingual). Tapi Bento menggerusnya, lalu menyuntikkannya ke pembuluh darah. Inilah yang kemudian menyebabkan penyumbatan di jantung.

Ini bukan kasus penyumbatan jantung pertama akibat salah konsumsi Suboxone yang ditangani RSHS, menurut Bento.

"Saya kasus yang keenam, lima [kasus sebelumnya pasien] tidak selamat. Itu saya tahu semua orangnya. Teman saya semua. Mereka meninggal karena [menyuntikkan Suboxone], sama seperti saya," ujar Bento.

Bapak empat anak ini mengaku, sebelum sakit ia jor-joran menyuntikkan Suboxone, sampai akhirnya nyawanya nyaris melayang.

"Cuma itu bukan hal yang gampang, soalnya ini sudah jadi tradisi. Maka yang bisa dilakukan adalah bagaimana mereka mendapatkannya secara legal kemudian mengkonsumsinya pun secara legal," ujar Giri.

Hingga November 2021, jumlah penasun dampingan Grapiks yang reaktif HIV sebanyak 92 orang dan Hepatitis C sebanyak 900 orang.

"Positivity rate HIV dampingan Grapiks sudah 14 persen. Padahal dulu sudah rendah, di bawah 3 persen," sebut Giri.

Penyebabnya, jarum suntik yang tidak steril dipakai bersama-sama, ketersediaan jarum suntik steril yang terbatas, dan pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan pengguna narkotika suntik yang masih sangat rendah.

Apa itu Suboxone dan bagaimana izinnya di Indonesia

Pada Desember 2002, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) mengeluarkan izin peredaran dan penggunaan buprenorfin, senyawa narkotik semisintetis, di Indonesia.

Buprenorfin yang saat itu memakai merek dagang Subutex ditujukan sebagai terapi detoksifikasi dan rumatan ketergantungan opioid atau heroin.

Keputusan Badan POM tentang Pengaturan Khusus Penyaluran Dan Penyerahan Buprenorfin itu mencantumkan sistem penyaluran buprenorfin dan mekanisme pelaporan yang ketat, menimbang potensi penyalahgunaan zat tersebut. Termasuk, jenis sanksi administratif bila terjadi pelanggaran.

Kala itu, buprenorfin masuk dalam jenis Psikotropika golongan III, sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Kemudian, terbit Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan buprenorfin sebagai Narkotika golongan III. Kebijakan ini berdampak pada sistem penyaluran dan penyerahan buprenorfin yang lebih terpusat dan ketat dengan maksud menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap.

Pada 2016, Kementerian Kesehatan menerbitkan Permenkes Nomor 47 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Terapi Buprenorfin. Aturan hukum ini merespon penyalahgunaan senyawa tersebut yang semakin marak.

Saat peraturan ini keluar, buprenorfin dipasarkan dengan merek dagang Suboxone — yang diproduksi oleh perusahaan Reckitt Benckiser — atau biasa disebut 'bukson'.

Berbeda dengan Subutex yang kandungannya murni buprenorfin, bukson merupakan campuran buprenorfin dengan nalokson, yaitu senyawa yang memiliki efek reversal (antagonis) terhadap efek narkotik yang umumnya digunakan untuk mengatasi overdosis opioid.

Kendati pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan, tapi dalam perjalanannya, penyalahgunaan dan peredaran Suboxone di pasar gelap terjadi semakin marak.

Selain beredar secara ilegal, cara konsumsi Suboxone juga banyak disalahgunakan. Obat yang seharusnya dikonsumsi secara oral/sublingual (disimpan di bawah lidah) dan di bawah supervisi tenaga kesehatan, malah disuntikkan.

Cara ini memicu peningkatan angka kasus HIV/AIDS dan Hepatitis C lantaran penggunaan jarum suntik tidak steril bersama-sama. Menyuntikkan Suboxon juga berisiko mengancam jiwa.

Celah peredaran gelap Suboxone

Akar peredaran gelap Suboxone sebetulnya tidak segelap narkoba lain. Jalur distribusi ilegal Suboxone kebanyakan berujung pada pasien terapi rumatan yang mendapatkannya secara resmi.

"Dulu buprenorfin masuk golongan psikotropika, tapi kemudian dimasukkan ke dalam narkotika golongan tiga supaya dalam pengaturannya diperketat secara khusus."

"Namun, di lapangan memang terjadi penyimpangan peredaran gelap. Hal tersebut kalau tidak diantisipasi justru sangat mengkhawatirkan," papar Deni.

Antisipasi yang dimaksud Deni adalah mengevaluasi kebijakan distribusi, dalam hal pengawasan dan pemberian dosis.

Permenkes Nomor 47 Tahun 2016, imbuh Deni, sedianya sudah mengatur hal tersebut agar tidak terjadi penyimpangan. Tapi kenyataan di lapangan yang terjadi sebaliknya.

Deni mengingatkan, saat buprenorfin ditetapkan sebagai psikotropika, penyalurannya bisa dilakukan oleh berbagai layanan kesehatan, seperti klinik dokter swasta, yang malah berpotensi "sangat berbahaya."

Ini pernah terjadi pada 2016. Seorang dokter yang bertugas di Lapas Porong ditangkap oleh BNN Kota Surabaya lantaran menjual Suboxone secara ilegal selama bertahun-tahun

Namun, seorang pegiat anti-narkoba berpendapat, celah penyalahgunaan Suboxone yang saat ini terjadi bermuara pada kurang tepatnya kebijakan pemerintah dalam mendistribusikan buprenorfin.

Obat ini sejak awal diedarkan dengan pendekatan komersial atau profit, kata Patri Handoyo, pengurus Rumah Cemara, organisasi yang menjalankan program pelayanan bagi orang yang bermasalah dengan konsumsi obat-obatan.

Saat izin dari Badan POM keluar, ujar Patri, peredaran Suboxone diarahkan ke jalur-jalur praktek dokter swasta tanpa adanya HET (harga eceran tertinggi) dan pedoman distribusi obat yang baik.

"Memang, di peraturan Badan POM 2002 itu ada aturannya. Misalnya dokter yang meresepkan buprenorfin harus memastikan pasiennya meminum obat di depan dia. Tapi kemudian dokter tidak peduli yang penting obat laku," ungkap Patri.

Setelah buprenorfin digolongkan sebagai Narkotika golongan III, kata dia, masalah tak kemudian selesai.

Sesuai undang-undang, impor narkotika hanya bisa dilakukan oleh perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah mendapat izin menteri kesehatan. Ini berarti, importir buprenorfin harus dialihkan dari perusahaan swasta ke BUMN, dalam hal ini Kimia Farma.

Langkah selanjutnya, pemerintah membatasi distribusi Suboxone dengan menunjuk sejumlah layanan kesehatan rehabilitasi narkoba yang bisa menyalurkan narkotika tersebut.

Kebijakan itu, menurut Patri, membuat peredaran gelap bukson semakin menjadi-jadi. Ia menyebut, pemerintah seperti sengaja "mencari laba" dan bukan "mengatasi masalah narkoba dan kecanduan heroin".

Padahal, ia melanjutkan, Suboxone versi generik telah diproduksi oleh sejumlah perusahaan farmasi di sejumlah negara, antara lain Australia, Amerika Serikat, dan India, sejak 2013.

"Dengan impor generik, harga obat jadi bisa ditekan," sebut penulis buku berjudul Menggugat Perang terhadap Narkoba dan War on Drugs: Refleksi Transformatif Penerapan Pemberantasan Narkoba di Indonesia.

Menurut Patri, BNN maupun KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) juga bisa mendorong pemerintah pusat agar Indonesia memproduksi sendiri tablet buprenorfin dan nalokson generik.

Patri juga menyebut, pengawasan yang diperketat tanpa menghapus motif profitnya tetap akan menyuburkan peredaran buprenorfin oleh mereka yang hanya ingin "mengeruk laba".

"Kajian Kementerian Kesehatan RI dan WHO pada 2011 menunjukkan, karena harganya yang mahal, dosis yang diterima menjadi kurang adekuat untuk mencapai dosis terapi. Hal tersebut membuat pasien lebih memilih menyuntikkan buprenorfin dengan alasan penghematan," tulis Patri di situs Rumah Cemara.

Sebagai gambaran, satu butir Suboxone 8mg, jika dikonsumsi oral hanya bisa untuk satu kali minum, tapi bila disuntikkan, bisa untuk delapan hingga 16 kali suntik.

Pada 2010, survei perilaku terhadap 3.321 orang yang mengakses layanan pengurangan dampak buruk konsumsi narkoba di wilayah Jawa dan Bali dalam lima tahun terakhir menunjukkan, zat yang paling banyak disuntikkan adalah buprenorfin.

Pendekatan kesehatan masyarakat

Secara umum, paradigma penggunaan Suboxone di Indonesia harus berubah.

"Harus diubah menjadi paradigma kesehatan masyarakat, sehingga obat bisa disediakan di fasilitas-fasilitas kesehatan negara. Harganya pun bisa lebih terkontrol,"

Patri membandingkannya dengan program terapi rumatan Metadon yang pendekatannya memakai paradigma kesehatan masyarakat.

Suboxone dan Metadon sama-sama ditetapkan WHO sebagai perawatan yang sesuai bagi konsumen narkoba suntik untuk terapi substitusi opioid pada 2004.

Metadon masuk dalam kategori Narkotika golongan II yang menimbulkan potensi ketergantungan tinggi, sedangkan Suboxone masuk dikategorikan sebagai Narkotika golongan III, yang berarti mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Jika Suboxone hanya bisa diakses secara terbatas dan dengan harga cukup tinggi, Metadon bisa didapatkan di puskesmas hingga rumah sakit terdekat dengan pasien secara gratis, atau membayar retribusi saja.

Sejauh ini, kata Patri, tidak ada penjelasan kenapa bukson hanya bisa diperoleh di — salah satunya — RSKO Jakarta yang tentu saja sulit diakses oleh pasien yang berada di luar Jakarta.

"Si pasien akhirnya bisa menjual [Suboxone di pasar gelap]. Siapa sih, yang bisa nebus obat dalam seminggu Rp600 ribuan? Kan jarang," tukas Patri.

"[Metadon] gratis karena masuk ke dalam program penanggulangan HIV/AIDS," terang Patri yang sebelumnya terlibat dalam kajian berjudul Liberalisasi Niaga Obat, Pengelolaan Layanan Kesehatan, dan Terapi Substitusi Narkoba.

Di Kota Bandung, penyalahgunaan Suboxone dengan cara disuntikkan menyumbang sebanyak 7% dari jumlah kasus ODHA (orang dengan HIV/AIDS), merujuk pada data KPA Kota Bandung 2021.

Ini pula yang membuat Yayasan Grapiks mengusulkan ke pemerintah untuk menjalankan program pendekatan kesehatan secara komprehensif dan termonitor bagi pemakaian dan peredaran Suboxone.

"Jadi kalau misalkan pendekatannya bukan pendekatan kesehatan, kemudian pelaksanaannya juga tidak ketat, pengawasannya lemah, tidak akan selesai-selesai masalah Suboxone ini," kata Giri Sugara dari Yayasan Grapiks.

Di sisi lain, dr. Elvine Gunawan, SpKJ menyebutkan, terapi rumatan Suboxone sebetulnya ditujukan mempermudah proses berhenti atau memutus adiksi narkotika.

Dosis akan diturunkan, tapi tidak menimbulkan penderitaan bagi pasien, sehingga mereka bisa berfungsi dengan baik. Menurut Elvine, terapi rumatan akan efektif bila proses distribusi obatnya terkawal dengan baik.

"Proses take home dosis itu sebenarnya tidak sesuai [dengan regulasi], sehingga ketika sampai di pasien menjadi peluang," kata Elvine yang terlibat sebagai asesmen medis dalam Program Adiksi Berbasis Masyarakat (PABM).

Ada beberapa tahap, kata Elvine, untuk menjalankan regulasi terapi rumatan Suboxone ini dengan baik. Pertama, diagnosisnya. Kedua, apakah dosis yang diberikan kepada pasien masih sesuai atau tidak.

"Yang ketiga adalah proses pengawasan dari obat diberikan kepada pasien sampai pulang. Misalnya, kita melibatkan pendamping atau dukungan sosial. Terakhir, proses psikoterapinya, sehingga pasien menemukan makna untuk berobat ini sebenarnya tujuannya apa sih," ujar Elvine.

Untuk memunculkan motivasi yang kuat dari pasien, imbuh Elvine, harus memperhatikan kondisi psikologis pasien.

Elvine menjelaskan, gangguan mental perilaku akibat penyalahgunaan zat ini ada faktor komorbidnya, yaitu gangguan mental emosional yang harus dilihat apakah sudah tertangani dengan baik atau tidak.

Selanjutnya, proses psikoedukasi yang berarti apakah pasien mengerti edukasi yang diberikan dari dokternya.

"Faktor dukungan sosial, apakah keluarga hadir dalam proses rehabilitasi pasien, apakah pasangan hidup mendukung proses ini, sehingga akhirnya pasien ketika menjalankan proses rehabilitasi punya motivasi kuat untuk mempertahankan niat dia berhenti," terang Elvine.

Sumber : Wartawan Yuli Saputra di Bandung, Jawa Barat, berkontribusi pada liputan ini

Tutorial BloggingTutorial BloggingBlogger Tricks

Baca Juga